Assalamu'alaikum

Labels

Senin, 16 Juli 2012

Syeikh ‘Abd al-Fattah Abu Ghuddah. Cendekiawan Muslim, Murobbi dan Politikus


Nama lengkap beliau ialah Syeikh Abu Zahid ‘Abd al-Fattah ibn Muhammad ibn Bashir ibn Hasan Abu Ghuddah al-Halabi al-Hanafi. Jalur keturunan beliau ini bersambung sampai seorang sahabat besar Nabi s.a.w. yang masyhur, Sayidina Khalid ibn al-Walid r.a. Adapun Abu Ghuddah adalah nama keluarga yang baru, yaitu cabang lain dari nisbah lain keluarganya yang memegang nama-nama seperti Sabbagh dan Maksoud.

Syeikh ‘Abd al-Fattah dilahirkan di kampung al-Jubaylah, Halab yang terletak di utara Syria pada 17 Rajab 1336H atau 9 Mei 1917M. Beliau merupakan anak keempat dari lima orang kakak beradik. Bapak mereka, Muhammad Abu Ghuddah, merupakan seorang tukang tenun, suatu pekerjaan yang diwarisi dari kakeknya, Bashir Abu Ghuddah. Ibunya bernama Fatimah Muzkatli. Pada masa remaja, Syeikh ‘Abd al-Fattah banyak membantu bapak dan kakeknya menjalankan perniagaan tenunan mereka.

Kelahiran, Keluarga dan Pendidikan Awal
Syeikh ‘Abd al-Fattah mengenyam pendidikan awalnya di Halab. Melihat tanda-tanda kecerdikan dan perhatiannya terhadap pelajaran, kakek beliau akhirnya  memasukkannya ke Madrasah al-‘Arabiyyah al-Islamiyyah al-Khassah di Halab ketika usianya mendekati delapan tahun. Di sekolah tersebut ia belajar selama empat tahun lamanya (1925-1929).

Minggu, 15 Juli 2012

Wanita “Jalanan”

“Mungkin dia diringkus kawanan polisi karena masih berada di luar rumah pada waktu terlarang (hadut at-tajawul). Atau tertembak mati bersama para demonstran lainnya, atau mungkin tertindih –tindih saat unjuk rasa menuntut turunnya Presiden dictator Mesir.” Seperti inilah kiranya ku menerka keberadaan wanita yang selalu ku nanti tiap harinya.

Lebih dari tiga bulan setelah demonstrasi besar-besaran penurunan rezim diktator Mesir -Husni Mubarok- ku tak menemukan wanita itu. Rindu rasanya ku melihat senyum manisnya. Senyum yang dapat memberi semangat dan kesejukan dalam diriku. Tak heran kawan, senyum yang berasal dari hati pasti akan merasuk pada hati pula, bukankah begitu!

Sabtu, 07 Juli 2012

Menyikapi Kesalahan


Berbuat kesalahan bukanlah suatu akhir perjalanan hidup kita walau kesalahan itu amatlah besar. Dalam menghadapi kesalahan tak sedikit yang putus asa, depresi bahkan berani tuk mengakhiri hidupnya. Dari sini para pakar psikologi, filsafat dan sosial mencari solusi untuk memecahkannya. Namun usaha mereka tebilang nihil bahkan keadaan pun seolah semakin memprihatinkan. Maka sudah saatnya kita selaku muslim untuk kembali pada metode yang telah dicontohkan oleh panutan dan idola kita (Nabi Muhammad SAW) dalam menyikapi kesalahan.

Rosulullah selalu menghadapi kesalahan dengan jiwa yang teduh dan tenang, tak jarang ia pun menyambutnya dengan senyum. Hal ini tak terlepas dari dua hal. Pertama, karena kasih saying (rahmah) yang sudah merasuk pada jiwanya yang suci. “Tidaklah kami utus engkau selain sebagai rahmat bagi seluruh alam”. Ia selalu memandang orang yang salah sebagai manusia biasa dengan kemungkinan ia sedang berada dalam keadaan terpuruk dan jatuh hingga membutuhkan orang yang menegakkan dan menopangnya bukan orang yang mencela atau menghardiknya. Kedua, karena ia menganggap bahwa kesalahan merupakan hal yang sangat manusiawi, dan it bisa terjadi pada setiap orang, siapapun dia. 

Most View Product

Saksi Bisu

Saksi Bisu