Tak terasa tahun ini adalah Romadhon keempatku di
Negeri Firaun. Tak terasa pula kontrakku di bumi rantau akan berkahir. Tak
tahu, masih adakah kesempatan tuk kembali meneguk air ilmu di samudra Al-Azhar.
Barangkali inilah skuel singkat dari perjalanan sang “Petualang” di Bumi
Kinanah. Kalau dibanding bang Thoyib memang aku lebih “tangguh” dengan terpaut
satu tahun diatasnya, namun ku kira itu bukan standar kesaktian seseorang karena
barometernya bukanlah kuantitas kawan namun lebih terletak pada kualitas.
Pemadangan masjid Amr bin Ash belum terlalu ramai
namun jama’ah mulai memadati lapak-lapak yang telah disediakan panitia i’tikaf.
Masjid tertua di Afrika ini menjadi awal persinggahan “semediku” di bumi Azhar.
Setelah melewati belasan hari puasa di dalam dauroh al-Quran akhirnya
aku bisa bebas dan meluapkan ekspresiku di masjid ini. Walau bagaimana pun
kenangan di dauroh sendiri tak kan pernah terlupa. Berjalan kaki
sepanjang 3 kilometer usai sahur dengan target sholat subuh di Sayida Aisyah. Berjuang
melawan panasnya otak dan suhu yang bertermo 40 celcius serta
tantangan-tangtangan dahsyat lainnya yang harus ku lewati.