Beberapa pekan yang lalu
Israel kembali membuat ulah dengan meluncurkan roketnya ke Gaza. Pemandangan
yang sudah tidak aneh lagi di khalayak dunia. Merasa sebagai negara penguasa,
mereka seakan bisa berbuat semau guwe. Tak peduli apa kata dunia, mereka
pun dengan seanaknya menyerang Palestina, menggali masjid Al Aqsha dan
membantai bangsa ini.
Sebelum membahas lebih
dalam topik yang sempat menjadi hot news seluruh media dunia beberapa
pekan lalu ada baiknya kami ulas sedikit alasan dan renungan mengapa kita harus
chare dengan Gaza secara khusus dan Palestina pada umumnya. Mungkin
sebagian kita masih bingung atau mempertanyakan urgensi solidaritas kita
terhadap Palestina.
Saat seluruh dunia
memperhatikan dan simpati dengan nasib saudara-saudara kita di sebrang sana
namun segelintir orang malah berceloteh; “ngapain sih kita harus ngurusin
Palestina jauh-jauh toh negara kita aja masih punya masalah yang seabrek”.
Mengapa membela
Palestina?
Ungakapan di atas memang
tak bisa disalahkan sepenuhnya namun ia juga tak bisa menjadi legitimasi yang tepat
untuk tidak peduli dengan saudara seagama kita khususnya Palestina. Ada banyak
alasan sebenarnya mengapa kita harus peduli dengan nasib saudara-saudara kita di
Negeri masjid Al Aqsha namun kami berikan satu jawaban menarik dari Ketua
Ikatan Ulama Dunia yang cukup mewakili untuk menjawab pernyataan di atas.
Syeikh DR. Yusuf Qordhowi
dalam bukunya Al Quds Qodiyah Kulli Muslim (Al Quds Permasalahan
setiap Muslim) menyebutkan beberapa alasan diantarnya; Masjid Al Aqsha yang ada
di Palestina merupakan kiblat pertama umat Islam. Ia juga termasuk yang
diistemewakan Islam setelah masijdil haram di Mekah dan masjid Nabawi di
Madinah. Kedua, Palestina menjadi saksi sejarah besar Islam, dimana ia
menjadi tempat finish isra Nabi dan start Mi’rajnya. Ketiga,
ia juga menjadi wilayah yang sangat dianjurkan Nabi megunjunginya setelah Mekah
dan Madinah. Keempat, ia juga menjadi tanah yang penuh berkah dan
rahmat. Bahkan al Quran sendiri menyebutkannya (walau dalam beberapa ayat tidak
secara shorih) beberapa kejadian sejarah para nabi yang terjadi di sana
seperti Nabi Luth, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa bahkan Nabi Muhammad sendiri. Kelima,
ia juga merupakan tanah juang dan jihad hingga akhir zaman sebagaimana yang
dijelaskan dalam sebuah hadis.
Lima poin di atas secara
umum kami kira lebih mengarah pada emosional agama. Ditambah lagi dengan adanya
perintah agama untuk mencintai saudaranya sebagiamana ia mencintai dirinya
sendiri (yuhibbu li akhihi kama yuhibbu linafishi). Belum lagi kita selaku bangsa Indonesia
secara khusus mempunyai hutang budi terhadap Palestina, ketika mereka menjadi
satu diantara dua negara -bersama Mesir- yang mengakui kedaulatan bangsa (de
jure) Indonesia. Di mana mufti besar Palestina waktu itu (Syeikh Muhammad Amin
Al-Husaini) mengumumkan pengakuan kemerdekaan Indonesia dan disiarkan oleh
radio berlin berbahasa Arab pada 6 September 1944. Ditambah lagi dengan pengorbanan besar
seorang saudagar Palestina (Muhammad Ali Taher) yang menginfakkan seluruh
tabungannya yang ada di Bank Arabia untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Kronologi penjajahan di
Palestina
Tahun 1917-1918 merupakan
masa-masa akhir Daulah Usmaniyah. Kekuatan Islam yang tadinya bersatu kini
mulai terpecah belah. Wilayah Islam mencadi santapan hangat para penjajah.
Ketika itu Israel belum memiliki daerah dan wilayah di Palestina namun mereka
melakukan berbagai cara untuk mulai mengambil “lapak” di bumi jihad ini.
Setelah perang dunia
kedua berakhir, Inggris (Britania Raya) dan Prancis mulai memperluas daerah
kekuasaanya dan mempetak-petakan Negara Arab. Di sisi lain Yahudi yang terkenal
selalu membuat ”onar” mulai mengusik ketanangan bangsa Eropa. Mereka yang
dulunya tidak mempunyai daerah dan teritorial sendiri akhirnya berusaha mencaplok
Palestina yang diklaim sebagai tanah nenek moyang mereka.
Tepat tanggal 29 November
1947, Badan PBB -yang baru saja dibentuk- menyetujui rencana pembagian
Palestina menjadi dua negara; Palestina dan Israel. Sedangkan Yarusalem
ditetapkan sebagai kota Internasional –corpus separatum- yang
diadministrasi oleh PBB untuk menghindari konflik status kota tersebut.
Dari tahun ke tahun
daerah kekuasan Israel semakin meluas. Hingga tahun ini wilayah Palestina
semakin mengerucut. Bahkan bisa dibilang hanya Gaza daerah steril yang masih
dikuasai penuh oleh Palestina. Adapun wilayah lainnya sudah jatuh ke tangan
Israel, termasuk Yarusalem tempat masjid Al Aqsha berada. Maka tak heran mereka
sangat ngotot untuk menyerang dan terus menggempur Gaza.
Gaza membara
Tepat tanggal 14 November
2012 Israel kembali menyerang Palestina. Serangan kali ini berhasil merenggut
nyawa Komandan HAMAS, Ahmed Al Jabaari. Tak pelak hal ini pun mengundang reaksi
keras HAMAS hingga mereka meluncurkan serangan balik dimana dua roket mereka
berhasil menembus pusat komersial ibukota Israel, Tel Aviv. Sesuatu yang mengundang
keheranan dan ketakjuban dunia karena hal ini belum perah terjadi sebelumnya.
Israel tidak bisa berbuat
banyak karena delapan hari setelahnya terjadi genjatan senjata antar kedua
belah pihak yang dimediatori oleh Mesir. Itu pun sebenarnya setelah muncul
reaksi yang luar biasa dari seluruh negara Muslim dan beberapa Negara Eropa.
Berdasarkan laporan Duta Besar
Palestina untuk PBB, penyerangan yang dilakukan Israel sejak 14 November 2012
mengakibatkan lebih 300 warga sipil meninggal dan 800 lebih di antaranya
mengalami luka-luka. Bukan hanya korban
jiwa yang mengkhawatirkan namun juga kerusakan sarana dan prasarana sebagaimana
yang dinyatakan kordinator bantuan kemanusiaan PBB (Maxwell
Gaylard) bahwa saat ini kondisi Gaza sudah
sulit, apalagi pada 2020 nanti. Harus diambil langkah-langkah segera agar Gaza
tetap bisa ditempati.
Perang yang terjadi selama 8 hari ini, atau yang dikenal dengan
nama “Pillar Of Defence” telah banyak menimbulkan kerugian dari kedua belah
pihak. Di pihak Palestina, korban tewas tercatat sebanyak lebih dari 300 orang,
dan di pihak Israel, tiga warga negaranya dikabarkan tewas.
Selain menimbulkan kerugian, perang ini juga dinilai sebagai
kekalahan pihak Israel dari Hamas. Israel pada kali ini, bisa dinilai gagal
untuk meruntuhkan hegemoni Hamas di Jalur Gaza. Alih-alih meruntuhkan hegemoni
Hamas, pihak Israel justru banyak menuai kecaman dari dunia internasional. Di
pihak lain, Hamas justru mendapat angin segar berupa simpati yang luas dari
penduduk Palestina.
Selain gagal meruntuhkan hegemoni Hamas, Israel juga dipermalukan
pada perang kali ini. Kemajuan alustita Hamas luput dari perhitungan Israel.
Akibatnya, roket Al-Fajr 5 dan M75 buatan Iran mampu menembus sistem pertahanan
anti roket, Iron Done, yang dibangun oleh Israel. Dan tentu ini akan berdampak
psikologis bagi Israel.
Di dalam negeri sendiri, pemerintah Israel hilang kepercayaan dari
masyarakatnya. Pemerintah dianggap gagal untuk melindungi warga negaranya dari
serangan roket-roket Hamas. Sebagian pengamat menilai perlawanan ini berimbang.
Bukti bahwa perlawanan telah menciptakan
perimbangan baru adalah lima juta warga penjajah tinggal untuk sementara itu
pengungsian dalam kondisi ketakutan? Bahkan sistem Iron Dome Israel yang
dikembangkan Israel untuk bisa menghalangi roket perlawanan terbukti gagal.
Sistem ini hanya mampu menghalangi sebagian roket dan tidak semua. Sebagian
pengamat menilai walau masih timpang, namun Israel tampak kelabakan sampai
harus menyerang warga sipil dan anak-anak Palestina di kamp pengungsi Jabalia
dan rumah-rumah warga di Rafah.
Di pihak lain, tembusnya roket-roket Hamas, akan menjadi perhatian
bagi para lawan Israel, khususnya Iran. Israel mungkin akan berpikir dua kali
bila ingin menyerang Iran di kemudian hari. Hal yang sama pernah terjadi pada
tahun 2006. Roket-roket yang diluncurkan oleh Hizbullah mampu menembus wilayah
Israel. Dampak psikologisnya, Israel kini berpikir dua kali bila hendak
menggempur Hizbullah.
Demikian pula dengan sektor ekonomi.
Israel dikabarkan menderita nilai kerugian sebesar 1,2 miliar dollar AS selama
sepekan pasca agresinya ke Jalur Gaza. Nilai tersebut belum dihitung dengan
nilai kerugian yang harus diderita oleh Israel akibat serangan balasan dari
Hamas.
Belum lagi bila dihitung dari menipisnya persedian roket untuk
Iron Dome yang dikabarkan menipis. Sekedar informasi, untuk membuat satu buah
roket Iron Dome, Israel harus menghabiskan biaya sebesar USD40 ribu. Selama
peperangan beberapa hari dengan Hamas, Israel sudah meluncurkan 360 roket Iron
Dome. Artinya, Israel sudah mengeluarkan dana sebesar USD14,4 juta atau setara
Rp 138,1 miliar hanya untuk memproduksi roket saja. Jumlah yang lebih besar
akan dibutuhkan bila Israel meneruskan agresinya ke Jalur Gaza.
Jadi, dengan mencermati data-data di atas, Israel dipastikan
menderita kerugian pada perangnya kali ini. Kerugian yang terbesar bukan
berasal dari sektor ekonomi dan pengeluaran bagi perang, melainkan kepercayaan
masyarakat Israel yang hilang terhadap pemerintahnya dan makin kuatnya pengaruh
Hamas di mata rakyat Palestina. Selain itu, Israel juga makin terpojokkan oleh
berbagai kecaman dari dunia Internsional.
Dalam banyak analisi, pada akhirnya Israel akan menempuh cara
pembantaian tokoh-tokoh perlawanan Palestina serta gempuran terhadap gudang
yang diyakini berisi senjata perlawanan Palestina, termasuk gedung pemerintahan
seperti departemen dalam negeri dan lain-lain. Semoga Allah selalu memberikan
jalan keluar dan kemudahan bagi para hambaNya.
Pada bagian penutup tulisan ini kami akan menyinggung sekilas
bagaimana kontribusi kita untuk Palestina. Beberapa ulama dan penulis telah
memberikan beberapa solusi terhadap peran kita dalam permaslahan ini yaitu
dengan menjalakan peran masing-masing semaksimal mungkin. Selengkapnya bisa
dibaca di Falistin wajibatul Umah (Palestina merupakan kewajiban Umat)
karya DR Rajib Sarjani atau bagian akhir buku dan hasil disertasi Grand Syeikh
Al Azhar Prof. DR. Muhammad Sayid, Thantawi Banu Israil fil Quran al Karem.
[]
* Alhamdulillah, tulisan ini dimuat pada buletin Fajar (buletin Keluarga Pelajar Jakarta Mesir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar