Oleh: Nilna el-Manuun
Masih ramai
rasanya dalam ingatan kita, beberapa ribuan seruan dan ajakan bahkan kecaman
dari beberapa Negara dikerahkan untuk menghapuskan kekerasan, kekejaman serta
kebiadaban yang terjadi di Negara tetangga kita. Gaza ku sayang Gaza ku malang.
Melirik
segala macam derita yang dirasakan oleh para muslim penduduk Gaza saat ini
memang amat menyedihkan, seolah Israel mengajak umat Islam berperang di jaman
nuklir saat ini, tak mampu rasanya menahan air mata dan juga kepedihan mereka
yang tersakiti, tak bisa rasanya semua yang kita lihat di Facebook, Twitter, Tv
dan bahkan Koran mesirpun tak mau ketinggalan menyajikan info terhangat dunia
saat ini, dan begitupula deretan kabar di situs-situs internet yang menyuguhkan
foto-foto kepedihan mereka yang berada di Gaza, semoga Allah yang mahakuat
menjaga Gaza seta melindunginya dari kekejaman musuh.
Bagi kita
yang berseragam mahasiswa/ mahasiswi islam yang berseragamkan logo al-Azhar dipundak
kita, akankah kita diam saja?, bohong rasanya kalau jiwa para masisir tidak
terpanggil, mustahil rasanya jika tidak ada keinginan untuk membela islam yang
tengah diporak-porandakan oleh lawan, tak “gentle” rasanya sebagai
seorang mahasiswa islam sebuah universitas tertua di dunia hanya tinggal diam
dan asyik mengurusi BB yang full dengan “ping” dari sana sini,
atau banyaknya pemberitahuan dari situs ini dan itu.
Tanah
Yarussalem dengan Takbir di Masjidil Aqsa hari ini berdarah. Air mata mereka
adalah air mata anak-anak yang kehilangan masa kanak kanak mereka, jeritan pilu
itu nyanyian para wanita kehilangan suami tercinta, tanah yang disiram darah
syuhada, akankah kita biarkan mereka merintih sedangkan kita disini bernyanyi?
Berbagai macam aksi dilakukan oleh
seluruh umat muslim di dunia, mengutuk, mengecam serta menghujat segala macam kekerasan
dan kekejaman yang tengah beredar tanpa sadar menelan banyak korban dan
meninggalkan luka yang mendalam, tak cuma bagi umat islam di Gaza, namun tak
hanya umat islam di Gaza yang marah, namun seluruh umat islampun ikut menangis
serta mendoakan keselamatan dan keutuhan keamanan Gaza seperti sediakala.
Berbagai macam doa dan harapan
diuntaikan oleh seluruh umat islam, tak hanya demi kebaikan Gaza, namun
kesejahteraan dan juga keselamatan seluruh umat islam di dunia. Tak ada
kekuatan yang dapat menandingi doanya orang mukmin, karena Rasulullah saw.
Bersabda:
أخبرنا أبو عبد
الله محمد بن عبد الله الزاهد الأصبهاني ثنا أبو بكر عبد الله بن محمد بن عبيد
القرشي ثنا الحسن بن حماد الضبي ثنا محمد بن الحسن بن الزبير الهمداني ثنا جعفر بن
محمد بن علي بن الحسين عن أبيه عن جده عن علي رضي الله عنهم قال : قال رسول الله r: الدعاء سلاح
المؤمن وعماد الدين ونور السماوات والأرض[1]
Rasulullah saw. Bersabda bahwa “ Doa
merupakan senjatanya orang mukmin, serta tiang agama, dan doapun merupakan
cahaya yang menerangi langit serta bumi.
Bagi kita yang hanya memiliki niat
untuk ikut andil membela dan berjuang untuk saudara-saudara kita umat muslim
yang ada di Gaza, hendaklah kita memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan
untuk Gaza khususnya, dan untuk para calon mujahid yang akan berjuang di Gaza,
setidaknya ketidakhadiran kita tidak dianggap” alfa” atau bahkan
dianggap “bungkam” atas apa yang melanda Gaza saat ini. Setidaknya ada
senjata yang terus kita pasok dalam setiap shalat dan juga setiap harapan kita
yang kita adukan kepada sang maha perkasa Allah swt. yang tiada mustahil
baginya meluluh-lantahkan segala tipudaya musuh islam.
Satu hal yang kita terus kirimkan
untuk Gaza, doa..doa..dan doa yang tulus untuk semua saudara kita disana,
semoga pasokan doa yang kita panjatkan menjadi stok semangat, dan juga
perbekalan kekuatan yang lebih dahsyat dari nuklir, karenanya walau raga kita
tak di Gaza, namun segala doa telah mendayu-dayu tiap senja.
Jika menurut kawan-kawan, tidak cukup jika
kita hanya bergerak dengan doa, kita harus turun langsung dan berjibaku melawan
musuh, mengorbankan segala hal yang kita miliki, bahkan walau nyawa taruhannya,
surga firdauslah yang Allah janjikan untuk para pejuang-pejuang yang
menghabiskan waktu dan sisa hidupnya di medan jihad, menghimpun segala semangat
demi menghadang musuh, hingga tujuan mulya hanya agama Allah sajalah yang
paling agung di muka bumi ini.
Namun jika kita menilik keberadaan kita di
negeri seribu menara ini, alangkah lalainya jika kita terlupa, bahwa tugas
agung kita adalah sama agungnya dengan berjihad, bahkan sering pula kita lalai
bahwa kita masih harus “berjihad” dalam menuntut ilmu, karena apa yang
kita optimalkan dalam prioritas menuntut ilmu kita berdampak panjang bagi
kemajuan islam kelak, karena setiap mahasiswa mempunyai tugas untuk mengamalkan
ilmu dan mengembangkan agama di tengah kaumnya setelah rampung segala laju
studinya, hal ini selaras dengan firman Allah swt dalam surat at-Taubah ayat 122:
وما كان المؤمنون لينفروا كآفة فلولا نفر من كل فرقة منهم
طائفة ليتفقهوا في الدين لينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم لعلّهم يحذرون.
Studi kita disini merupakan jihad yang sama
pahalanya dengan jihad di medan perang, melawan musuh islam, karena Rasulullah
saw. Bersabda:
حدثنا نصر بن علي
قال حدثنا خالد بن يزيد العتكي عن أبي جعفر الرازي عن الربيع بن أنس عن أنس بن مالك
قال: قال r من خرج في طلب العلم كان في سبيل الله حتى يرجع[2]
Musuh islam yang harus kita perangi dari masa
ke masa adalah kebodohan, dan juga kemalasan yang menjamur dalam diri setiap
muslim, dan merupakan jamur yang meradang dalam jiwa kita para pejuang ilmu,
semoga Allah memelihara dan menjauhkan kita dari sifat kealuh kesah dan malas.
Kalaulah kita tak berkesempatan
untuk pergi ke Gaza, janganlah bersedih kawan, karena sejatinya kita sedang
berada di medan jihad untuk membahagaiakan orang tua kita, dengan kita
berbakti, dan memberikan kebahagiaan serta kebanggaan bagi keduanya, hal
tersebut sepadan dengan “titah jihad “ yang agung. Rasulullah
menunjukkan bagaimana agungnya titah birru al-wālidyn selaras dengan
panggilan jihad:
حدثنا آدم حدثنا شعبة حدثنا حبيب بن أبي ثابت قال سمعت أبا
العباس الشاعر وكان لا يتهم في حديثه قال سمعت عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما
يقول :
جاء رجل إلى النبي r فاستأذنه في الجهاد فقال:
أحي والداك قال: نعم قال: ففيهما فجاهد[3]
Rasulullah memberikan tatanan yang bijak
kepada kaumnya, ketika ada seseorang yang ingin pergi berjihad, lalu Rasulullah
bertanya: apakah orang tuamu masih hidup?, jika keduanya masih hidup, maka
bahagiakanlah, rawatlah keduanya, karena itupun merupakan sebuah jihad bagimu,
dan jika orangtuamu melarangmu untuk berjihad ( ke medan perang) maka taatilah
kemauannya, jika orangtuamu memberikan izin untuk kamu berjihad, maka pergilah
menggapai syahid di hadapanNya.
Alangkah indah jika kita dapat berbakti
kepada orang tua dengan berbakti, dengan menghadiahkan kesuksesan kita yang
kita persembahkan dengan penuh perjuangan, sebagai bentuk pengabdian dan jihad
kita, ketika tangan kita tak mampu merangkul orang tua kita ketika sakit,
ketika mata kita tak dapat terjaga dikala beliau resah, saat itulah ketika arah
dan waktu serta jarak menjadi penghalang antara rindu orang tua kepada belahan
hatinya yang rela beliau titipkan kepada sang maha penjaga agar dapat menjadi
insan yang dapat berguna dan membanggakan agama nantinya.
Point yang jitu yang harus kita garis bawahi
adalah, jika dalam waktu dekat ini kita akan disibukkan dan difokuskan dengan
belajar sana sini, bimbel sana sini untuk persiapan “imtihan”, maka
janganlah sia-siakan kesempatan ini seperti kesempatan emas sebagai “medan
jihad tanpa ke Gaza”, karena memberikan kebahagiaan dan memberikan
kebanggaan adalah sebuah perjuangan yang memang membutuhkan semangat untuk
terus bertahan demi sebuah senyuman kebanggaan dari orangtua, keluarga dan
tanah air tersayang.
Bukanlah nilai yang menjadi prioritas
kebanggaan orangtua, namun berjuanglah hingga tetes darah penghabisan,
proseslah yang menghantarkan kepada kepuasan hati, bahkan jika kita harus
menutup mata di negeri seribu menara ini, sejarah dan Allah serta para
malaikatNya yang akan menjadi saksi kesungguhan kita dalam memberikan
pengabdian tulus kita kepada orang tua, dan inilah “jihad pejuang muslim
yang haus ilmu tanpa harus ke Gaza”.JJJ
* Alhamdulillh tulisan dimuat di Buletin Fajar (Buletin Keluarga Pelajar Jakarta (KPJ) Mesir)
* Nilna
el-manuun: masisir baru, yg doyan kusyariJ
[1].
Hadis riwayat Imam al-Hākim
dalam kitab al-Mustadrak ‘ala al-Shahihayn, Kitab al-Du’a wa al-Tahlil wa
al-Takbir wa al-Dzikr, Beirut: Dār
al-Kutub al-‘Ilmiyah, v. I, h. 669.
[2]
Hadis riwayat imam al-Tirmiżī, Sunan al-Tirmiżī, Beirut: Dār turats al-‘Arabī,
v.V.h.29.
[3]
Hadis riwayat imam al-Bukhārī, Shahih al-Bukhārī, Beirut: Dār Ibn Katsīr,
v.III, h.1092
Tidak ada komentar:
Posting Komentar