Assalamu'alaikum

Labels

Selasa, 17 April 2012

Syammu Nasim


Oleh: Falah Abu Ghuddah*
“Syammu nasim haram, bid’ah, dholal (sesat)”.
Begitulah kira-kira ungkapan di salah satu website yang membahas tentang perayaan hari raya ini (syammu nasim). Suatu pernyataan yang memang terlihat keras dan kaku. Namun ia tidak mewakili pendapat seluruh ulama dalam perayaan hari besar ini, mungkin hanya pendapat sebagian kecil saja.
Awalnya aku heran, mengapa kuliah hari ini dan esok diliburkan. Padahal detik-detik menjelang ujian semakin mendekat. Bukankah sebaiknya pihak universitas mempercepat masa kuliah dan menyelesaikan materi yang ada. Usut demi usut, ternyata hari ini adalah hari libur nasional. Karena masyarakat setempat memeriahkan syammu nasim. Maka saya berusaha mengumpulkan beberapa data baik dari teman-teman Mesir dan beberapa sumber lainnya.

Kata syammu berarti mencium, adapun nasim berarti angin sepoi-sepoi. Secara literlek kata ini menunjukkan bahwa hari ini adalah untuk menikmati angin sepoi-sepoi yang sedang berhembus. Boleh dibilang memang hari ini adalah hari terindah dan tersegar dalam setahun. Kalau musim dingin lalu kami selalu diterkam oleh keganasan dinginnya, tak bedanya musim panas, iapun selalu siap “menyantap” kulit putih kami, jadi musim semilah yang menjadi musim terindah dalam setahun.
Cuaca yang adem sepoi-sepoi ini memang sering dirasakan di tanah air, namun bagi mereka yang berada di negara dengan empat musim termasuk Mesir, musim ini begitu istimewa. Karena musim ini merupakan masa peralihan dua musim “buas” yang selalu siap memangsa, dingin dan panas.
Masyarakat Mesir merayakan hari ini dengan mengunjungi taman-taman kebun, laut dan sungai Nil. Tak lupa mereka membawa bekal spesial yang akan mereka santap disana; isy (makanan pokok orang Mesir yang terbuat dari gandum), telur, sawi, bawang merah dan sang “maestro”, fasikh (ikan mentah yang telah direndam dengan cuka).
Konon makanan yang dibawa tadi menjadi simbol tersendiri dalam perayaan yang diadakan setiap bulan April ini. Ikan fasikh menunjukkan akan perhatian bangsa Firaun pada Nil terkhusus ikan-ikannya. Adapun telur, konon merupakan simbol kehidupan dimana mereka menulis harapan-harapan di sana. Sawi sendiri menunjukan akhir musim, dan memang pada musim ini juga sawi tumbuh dan berkembang lebat. Bawang merah yang dijadikan menu makanan di hari kaburnya Bani israil dari Mesir ini memiliki mitos tersendiri. Dahulu terdapat seorang anak Firaun yang sakit dan tak ada seorang tabibpun yang dapat menyembuhkannya. Akhirnya beberapa orang meletakkan bawang merah di bawah bantal setelah dibacakan mantra-mantra dengan harapan dapat mengusir penyakit ini. Walhasil sang pangeranpun dapat pulih kembali. Kebiasaan ini rupanya masih dilakukan oleh sebagian orang Mesir untuk mengusir penyakit.
Perayaan yang sudah dimulai sejak lima ribu tahunan yang lalu ini memang cukup menarik, apalagi kesempatan ini juga dapat menjadi momen berkumpul keluarga dan ajang rehat dari kesuntukan hidup sehari-hari. Hal ini tak heran kiranya karena flat (rumah-rumah di Mesir) tidaklah terlalu luas, tidak terdapat halaman di sekitarnya, kalaupun ada hanya sekedar balkon (latar rumah) itu pun kecil. Maka biasanya kami akan menjumpai taman Al-Azhar sebagai taman terluas dan terindah se-Kairo yang berada tak jauh dari tempat kami tinggal akan dipadati para turis lokal khususnya mereka yang datang dari luar Kairo.
Bagi kalangan MASISIR (Mahasiswa Indonesia di Mesir), momen syammu nasim tidaklah terlalu istemewa apalagi mereka akan menghadapai masa-masa ujian yang sudah di ambang mata. Tak ada seremonial khusus yang mereka lakukan untuk menyambut hari tradisi turun temurun dari zaman engkong Firaun ini. Kalaupun ada biasanya karena ajakan tetangga atau teman Mesir. Namun dengar –dengar nih, masa-masa ini menjadi saat-saat paling romantis bagi para pasangan yang ingin bermesraan, khususnya para pengantin baru yang akan merayakan bulan madunya. Benarkah! sayapun tak tahu karena status saya masih single.
Bila ditintjau dari beberapa agama yang ada di Mesir ternyata perayaan ini memiliki kaitan yang erat. Menurut kepercayaan Yahudi, hari ini mengenang keluarnya nabi Musa dan kaumnya dari Mesir, karena mereka keluar tepat disaat perayaan ini, agar tidak diketahui banyak orang yang sedang bergembira merayakannya. Adapun menurut umat Kristen, hari ini merupakan hari kebebasan mereka untuk memakan ikan karena sebelumnya mereka berpuasa makan ikan dan itu berakhir pada yaum al-qiyamah (hari lebaran mereka), sedangakan hari ini (syammu nasim) yang merupakan hari makan ikan diletakkan tepat esok hari setelah yaum al-qiyamah hingga mereka bisa leluasa menyantap ikan-ikan Nil.
Bagi Islam sendiri perayaan hari ini memang tidak ada pada zaman nabi Muhammad hingga tak heran ada statmen haram di atas. Namun seorang teman Mesir pernah mendengar bahwa Mufti Negeri Piramid (Prof. Dr. Ali Jum’ah) memperbolehkan perayaan ini dengan alasan bahwa kanjeng Nabi lahir pada tanggal 20 April menurut hitungan masehi. Jadi tak ada salahnya kalau kita ikut merasa gembira dan bahagia dengan kelahiran nabi akhir zaman ini, apalagi tak ada nash (dalil) baik dari Al-Quran ataupun hadis yang secara jelas melarang perayaan hari ini.
Terkahir kami tambahkan pula pendapat guru kami (Dr. Yusri Jabr) yang menyatakan bahwa perayaan hari ulang tahun dan hari ibu merupakan hal yang boleh, karena keduanya merupakan perayaan adat bukan ibadat. Jadi selama tidak ada larangan yang jelas tak ada salahnya kalau kita merayakan hari itu. Bila kita analogikan pendapat beliau ini dengan perayaaan syammu nasim maka semua perayaan ini masih masuk dalam kategori mubah (boleh).
Syammu nashim sa’id.
Syammu nasim, why not?
Istana Rindu-Lembah Juang Kairo, 15 April 2011 M


* Mahasiswa Universitas Al-Azhar dan Mahasiswa Akademi Al-‘Asyiroh Al-Muhammadiyah Kairo asal Cikarang Barat Bekasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Most View Product

Saksi Bisu

Saksi Bisu