Assalamu'alaikum

Labels

Kamis, 04 November 2010

Visualisasi Nabi, boleh?



Akhir-akhir ini beberapa Syekh dan Dosen kami sering mengangkat topik visualisasi Nabi, khususnya Nabi Yusuf as yang filmnya diputar oleh saluran satelit Melody Drama, salah satu stasiun TV di Mesir. Masyarakat Mesir sekarang ini memang sedang diramaikan oleh serial Film yang dibuat Iran ini. Seperti biasa, banyak reaksi yang terjadi dalam menyikapi munculnya film yang diproduksi tahun 2008 itu, mulai yang pro bahkan tak sedikit yang kontra.. Kontroversi ini berawal dari perbedaan pendapat antara Sunni dan Syi'ah. Pihak Syi'ah memperbolehkan peniruan simbol-simbol agama dan Nabi sedangkan dipihak lain kalangan Sunni menentangnya.




Topik visualisasi Nabi (termasuk istri-istrinya, para Sahabat yang dijamin masuk surga serta Malaikat) memang bukan isu baru. Beberapa tahun lalu terdapat beberapa film yang memvisualkan para Nabi atau Sahabat. Sebut saja film Nabi Musa as, Nabi Isa as (tahun 2004), Ar Risalah yang memvisualkan paman Nabi (Hamzah bin Abdul Muthalib ra), Bunda Maryam ra, Khalid bin Walid ra (dua tahun lalu) dan lain-lain. Bahkan akhir-akhir ini terdengar kabar proyek pembuatan film Nabi Muhammad SAW pada masa kanak-kanak, Nabi Isa as versi Al Quran, Hasan ra, Husein ra, Abu Bakr Shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra.

Film Nabi Yusuf ternyata bukan hanya beredar di Mesir saja, beberapa saluran satelit Negara Arab lainnya juga ikut menyiarkannya seperti Nessma Tunisia dan Hanba'al (Tunisia) yang medapat reaksi keras dari Muslim Maroko, Al Kautsar (Iran) dan Ar Raudah (Libanon). Bahkan di Aljazair CD bajakan Film ini laku keras karena hanya dijual dengan harga 300 dinar (sekitar tiga dolar) dan dengan mudah dapat diperoleh di kaki lima.

Ternyata tidak semua kalangan menolak film ini, sebagaimana ditulis surat kabar Al Ahram. Kelompok ini memberi beberapa alasan untuk memperkuat pendapat mereka. Modernisasi menjadi alasan pertama mereka. Menurutnya Negara maju adalah yang memperhatikan seni dan pers. Maka keterkaitan keduanya dengan agama atau yang lainnya jangan sampai menghalangi perkembangan keduanya (seni dan pers). Ditambah –menurut mereka- keadaan Negara Islam yang hampir 40 % masyarakatnya masih buta huruf sangat membutuhkan perbaikan tingkat kesadaran, status sosial, ekonomi dan politik dengan kebebasan berekspresi.

Mereka juga berujar bahwa bila kita flash back beberapa tahun lalu, Al Azhar juga pernah mengeluarkan larangan pemutaran film Ar Risalah yang memerankan Hamzah ra (paman Nabi) dan para sahabat lainnya namun film itu tetap berjalan dan tidak ada lagi kritikan-kritikan terhadap film itu. Mereka juga menilai bahwa film Nabi Yusuf as menyajikan materi-materi yang baik sehingga generasi sekarang dapat mempelajari kisah-kisah para Nabi secara mudah dan menyenangkan. Hal ini terbukti dengan banyaknya penonton yang menikmati film ini.

Namun beberapa lembaga Islam di Mesir menolak pemutaran film ini di Channel Nile. Al Azhar, Darul Ifta, Majlis 'Ala li Syu'un Islamiyah dan Majma' Buhuts Al Islamiyah (Lembaga Riset Islam) dengan tegas menolak visualisasi film yang memvisualkan tiga Nabi (Yusuf as, Ya'qub as dan Ishaq as) serta malaikat Jibril ini. Tidak sampai disini, beberapa Ulama (semisal DR. Yusuf Qardhawi) dan para Muftipun angkat bicara.

Para Nabi mempunyai kedudukan khusus baik dalam Islam atau agama samawi lainnya karena Allah memberi wahyu pada mereka. Sebagaimana yang banyak terdapat dalam ayat-ayat Al Quran, contohnya Surat Al Maidah:"Wahai Rasul sampaikanlah apa yang diturukan padamu dari Tuhanmu, seandainya engkau tak menyampaikannya maka engkau tidaklah menyampaikan risalah-Nya sedangkan Allah menjagamu dari manusia". Para Nabi dan Rasul dapat Hadir (bertemu) dan berhubungan dengan dzat Ilahi baik secara langsung sebagaimana yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW atau tidak langsung seperti pada Nabi Musa as dan para Nabi lainnya.

DR Aminah Nashir (Profesor Filsafat Islam dan Anggota Majlis 'Ala Li Syu'un Islamiyah) memberi argument bahwa para Nabi adalah orang-orang yang ma'shum (Allah pelihara) dan terpilih, karena Allah langsung yang mendidik mereka untuk meyampaikan risalah agama kepada kaum mereka. Keistimewaan ini membuat kita tidak memperbolehkan seorangpun untuk memvisualkan mereka di TV, karena orang-orang yang memerankan mereka bukanlah orang-orang terpilih dan ma'shum. Sebagaimana yang kita tahu juga bahwa para aktor yang memerankan Nabi atau Rasul hanyalah seorang manusia biasa yang tidak memiliki sifat-sifat khusus seperti para Nabi (Jujur, Dapat dipercaya, Pintar dan Selalu menyampiakan wahyu), merekapun berbuat sebagaimana manusia biasa lainnya, kadang mereka jujur tapi terkadang merekapun berbohong dan lainnya.

Majma' Buhuts Islamiyah ikut mengeluarkan ketetapan haramya visualisasi Nabi dan Rasul oleh para aktor, mereka berargumen bahwa hal ini dapat menguragangi kewibawaan pribadi Rasul atau Nabi. Disisi lain fenomena ini juga dapat memberi anggapan salah pada penonton dengan mengaitkan perbuatan dan prilaku buruk atau yang tidak disyariatkan oleh para aktor pada kehidupan sehari-hari termasuk dalam perbuatan dan prilaku Nabi dan Rasul.

Mereka juga mengambil sebuah kaidah Ushul bahwa mencegah keburukan lebih baik daripada mengambil kebaikan, dar`ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil mashalih. Ketika pengetahuan mendorong untuk keluar dari etika maka bahayanya lebih banyak dari manfaat. Allah juga memelihara para Nabi dan Rasul dengan ketidakmampuan syetan untuk menyerupai wujud mereka. Lalu, bagaimana pemeranan Nabi dapat memberi manfaat padahal terkadang sang aktor memerankan peran penjahat, antagonis atau lainnya yang kesemua itu dapat mengurangi penghormatan kita pada Sang Nabi.

Terakhir, kami mengutip pendapat guru kami yang mengharamkan pemutaran film Nabi Yusuf as ini. Beliau menambahkan bahwa keharaman visualisi Sahabat tidak terbatas pada sepuluh orang yang dijamin masuk syurga ('asyroh al mubasyaruna bil jannah) namun pada seluruh Sahabat. Alasannya karena Sahabat yang dijamin masuk syurga bukan hanya sepuluh, para pejuang Badr dan Uhud serta yang ikut bai'at Aqabah juga dijamin masuk syurga, belum lagi jaminan syurga tuk Sahabat yang lain. Maka bila dihitung hampir seluruh Sahabat dijamin masuk syurga. Beliaupun tidak hanya mengaharamkan pembuatan film saja tapi juga bagi para penontonnya. Karena apa yang diharamkan untuk dilakukan maka haram pula untuk ditonton. Ma haruma fi'luhu haruma alhdzuhu.

Wallahu wa RasuluHu 'alam.

Lembah Juang Cairo, Dhuha gugur 29 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Most View Product

Saksi Bisu

Saksi Bisu