Assalamu'alaikum

Labels

Rabu, 17 November 2010

Dua Azhar Satu cita


Membicarakan Al Azhar memang tak ada habisnya. Universitas tertua ini selalu memberi sesuatu yang menarik untuk diungkap. Tak terlebih dengan hubungan kerja samaya dengan berbagai Universiras dan lembaga dunia, salah satunya dengan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mendirikan Fakultas Dirasat Islamiah wal Arabiyah (FDI) atau yang dulu disebut Fakultas Al Azhar.

Tepat tahun 1999 Al Azhar kembali mengembangkan sayapnya ke mancanegara, tepatnya Indonesia. Tak heran kiranya, karena status Indonesia sebagai Negara berpenduduk Muslim terbanyak dan tingginya minat para anak bangsa yang ingin melanjutkan studi ke Universitas yang didirikan pada masa Fatimiyah ini. Hal inipun berdasar pada fakta tahunan, tak kurang dari 1000 pelajar Indonesia mengikuti Tes penerimaan Mahasiswa baru Univeristas Al Azhar yang diadakan oleh Departemen Agama atau Kedutaan Besar Mesir di Indonesia. Memang tak semuanya lulus dalam ujian ini bahkan hanya 90 orang yang berhak mendapat beasiswa dari Al Azhar. Sisanya banyak yang menempuh jalur "terjun bebas" atau melanjutkan di Perguruan Tinggi dalam Negri, salah satunya Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyah UIN Jakarta (baca: FDI).


Banyak reaksi timbul ketika mereka mulai menjalani bangku kuliah, baik yang di Al Azhar atau di FDI sediri. Tulisan ini ingin memberikan sedikit gambaran berupa sebuah Study Komperatif antara kedua lembaga ini. Mudah-mudahan dapat memberi sedikit pencerahan bagi penulis khususnya serta para pencari ilmu umumnya. Selamat menikmati…

• Administrasi dan birokrasi
Salah satu momok hangat yang sering dibicarakan Mahasiswa Indonesia di Mesir (baca: Masisir) adalah administrasi dan birokrasi. Mesir dan beberapa Negara Arab memang terkenal dengan administrasinya yang kurang baik. Bisa dibilang administrasi Indonesia masih lebih baik dibanding mereka. Hampir sebagian besar Administrasi di Al Azhar dan pemerintahan masih menggunakan sistem manual. Belum lagi Birokrasi yang terkesan lelet dan ruwet. Tak heran hal ini menjadi kendala awal bagi para pencari ilmu di Negri Piramid ini. Beberapa teman yang berasal dari Negara maju semisal Cina dan Eropa bahkan Indonesia sangat menyayangkan hal ini. Tapi hal ini tak perlu dijadikan alasan untuk dapat terus mengais ilmu di Bumi Kinanah, jadikan semua itu sebuah latihan mental dan ujian kesabaran agar dapat lebih tegak ketika berjuang di tanah air nanti. Hal ini bisa menjadi nilai plus bagi teman-teman di FDI untuk mempelajari administrasi yang baik, juga sebagai ajang uji kesabaran bagi teman-teman di Al Azhar.

• Cara kuliah
Ketika sudah memasuki masa kuliah tantangan muncul kembali. Mulai dari cara kuliah, bahasa pengantar, buku diktat dan penilaian. Kuliah di Al Azhar memang sangat membutuhkan kesadaran dan kedewasaan. Mulai dari absensi yang tidak wajib, tidak adanya makalah, paper, presentasi dan Skripsi. Maka beruntunglah bagi teman FDI yang masih mendapat tugas makalah, presentasi dan paper, teruslah maksimalkan dengan lebih menggali keilmuan dan metode bukan hanya menggugurkan kewajiban atau sebagai ajang plagiasi. Kekurangan inipun tak perlu dirisaukan oleh teman Azhariyin, karena sebenarnya kita dapat sedikit menutupinya dengan terjun dalam berbagai forum-forum kajian dan diskusi.

Bahasa lagi-lagi menjadi kendala bagi teman Wafidin (Mahasiswa Asing), karena tidak semua Dosen mengajar menggunakan bahasa fushah bahkan tak jarang dari mereka meggunakan amiyah. Hal ini sering menjadi alasan beberapa teman untuk tidak masuk kelas. Padahal bila diteliti lebih dalam, inilah yang menjadi point plus Azhariyin, karena salah satu tujuan kita menapakkan kaki di Ardul Anbiya ini adalah untuk mengumpulkan ilmu sebanyak mungkin, baik dari yang berbahasa fushah hingga amiyah. Juga kemampuan untuk dapat berinteraksi dengan orang Arab melalui bahasa mereka sehari-hari. Bagi teman Azhar kendala ini bisa diatasi dan terus berlatih dengan sering datang kuliah, berdialog dengan orang Mesir dan mendengarkan radio, televise dan video. Tapi perlu juga diwaspadai bahwa keseringan berbahasa Amiyahpun akan berpengaruh terhadap bahasa fushah kita, so pandai-pandailah memposisikan diri. Bagi teman FDI tak perlu cemas, maksimalkanlah fasilitas yang telah yang disediakan Fakultas berupa Arabic Zone, Laboratorium bahasa dan lainnya. Atau bisa mendownload berbagai film Mesir atau tutorial Bahasa Amiyah. Bila tidak sungkan, coba berdialog dan pelajarilah Bahasa Amiyah dengan para Dosen, terutama di luar kelas. Sebenarnya tak begitu banyak perbedaan antara bahasa amiyah dan fushah, point ini yang mungkin akan kami ulas pada tulisan selanjutnya. Ditunggu ya…^-^

Kendala selajutnya adalah buku diktat (Muqarrar), mulai dari waktu turunnya atau ketidak jelasan tulisannya. Tak jarang Muqarrar turun mendekati masa-masa ujian, hal ini sedikit mempengaruhi silabus pelajaran dan persiapan ujian. Tapi tak usah pusing, hal ini bisa disiasati dengan melihat memilih Muqarrar. Buku yang ditulis oleh Lajnah (Tim Dosen) biasanya tidak berubah, berbeda yang ditulis oleh perorangan, jadi bisa lebih fokus disana dulu. Bagi teman FDI tak perlu berkecil hati, karena hampir semua Muqarar yang digunakan intinya sama walau ada beberapa yang berbeda. Tapi yang perlu digaris bawahi bahwa kita tidak hanya mempelajari kandungan buku itu tapi juga bagaimana sistem dan metode yang dibuat oleh pengarang. Karena dengan itulah kita bisa lebih luas dan mendalam untuk terus mengkaji ilmu-ilmu yang diberikan. So Say good bye slogan kulliyah taswir wal intidzhar.

Penilaian menjadi satu sorotan antara kedua lembaga ini. Diakui atau tidak ternyata standar penilaian keduanya sedikit berbeda. Contohnya, standarisasi nilai untuk mendapat A atau Imtiyaz, di Al Azhar mematok nilai 90 ke atas sedangkan di FDI bertahan dengan 10 nilai lebih rendah dibawahnya. Perolehan ini pun murni dari hasil ujian berbeda dengan FDI yang ditunjang oleh nilai kehadiran dan tugas. Penilain yang ketatpun dirasakan beberapa teman di Al Azhar, bagi mereka, mendapat predikat Jayyid Jiddan sudah merupakan suatu yang istimewa berbeda dengan di Indonesia.
• Majalah, Koran dan Referensi
Mahasiswa memang tak terlepas dengan dunia baca. Majalah dan Koran sering menjadi "santapan" mereka. Bedanya Mahasiswa di Mesir bisa lebih memaksimalkan Koran dan majalah Arab yang ada. Bisa dibilang hampir tiap bulannya selalu ada kosa kata baru atau opini menarik dari para penulis di sana. Referensi di sanapun terbilang lengkap, mulai dari perpustakaan Iskandaria (perpustakaan terbesar kedua di dunia), Darul kutub Al Misriyah atau yang lainnya. Bahkan hampir tiap harinya Mesir selalu mengeluarkan buku baru. Hal inipun tak usah membuat teman FDI minder, karena mereka bisa membuka situs Koran, majalah atau mendownload buku-buku yang diinginkan.
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5540797403368277842" />

• Talaqi
Salah satu kelebihan belajar di Al Azhar adalah dapat menggali ilmu langsung dari sumbernya. Tak bisa dipungkiri Mesir dengan Al Azharnya telah menjadi kiblat keilmuan Islam hingga saat ini. Salah satu yang menjadi kunci suksesnya –hingga bisa bertahan satu Milenium- adalah sistem Talaqi (mengambil ilmu dengan bertemu Syekh/Guru secara lansung). Sejak berdiri Al Azhar sudah menerapkan sistem ini hingga sekarang. Selain memberi ilmu, sistem ini juga sangat menjaga kemurnian ilmu yang diberikan melalui transmisi yang jelas dengan adanya sanad ilmu. Bisa dibilang setiap ilmu bahkan kitab yang diajarkan mempunyai jalur yang kelas, mulai dari Syekh yang mengajar hingga Mua`allif (Sang Pengarang). Bagi teman FDI kekurangan ini dapat diminimalisir dengan mengikuti pengajian di berbaggai Majlis, memaksimalkan TV Arab atau mendownload video Muhadarah Masyaikh.

• Organisasi dan link
Organisasi tak pernah lepas dari kehidupan kita, karena memang manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Teman FDI memang mempunyai keuntungan yang lebih besar dibanding teman Al Azhar karena mereka dapat terjun lansung dalam biroksasi Indonesia secara nyata. Kesempatan berkarir dan mendapat linkpun terbuka lebar. Tapi teman Al Azhar dapat juga sedikit berkarir dengan berinteraksi di Kedutaan Besar atau menjalin hubungan baik dengan beberapa tamu yang datang berkunjung ke Mesir.

• Budaya Mancanegara dan Bahasa
Salah satu keuntungan belajar di luar Negri adalah dapat merasakan budaya dan teman yang beraneka ragam. Lebih dari delapan puluh Negara mengirim duta bangsanya ke Al Azhar. Dengan Latar belakang dan Negara yang berbeda membuat semua terasa lebih indah. Tak jarang kesempatan ini digunakan untuk saling berbagi, mulai dari bahasa, adat, budaya, cerita dan lainnya. Kitapun bisa memahami karakter masing-masing. Bagi teman FDI kekurangan ini dapat sedikit diminimalisir, pasalnya sekarang UIN Jakarta sudah go International , terbukti dengan datangnya beberapa Mahasiswa asing ditambah lagi munculnya beberapa corner hasil kerja sama dengan berbagai Negara.

• Prestice
Mendapat julukan Mahasiswa Luar Negri memang mendapat sedikit keuntungan, selain nilai jual yang sedikit berbeda ditambah lagi image masyarakat yang masih memberikan nilai lebih bagi teman-teman alumni luar Negri. Tapi hati-hati, hal ini akan menjadi "bumerang" bagi yang tidak bisa bersaing. Tak jarang beberapa alumni dalam Negri mengungguli rekannya alumni luar Negri. So semua bukan terletak pada tempat study karena ia hanya menjadi fasilitator.

• Seminar dan dialog
Satu lagi kegiatan yang bisa lepas dari Mahasiswa, seminar dan dialog. Point ini dapat dikembangkan oleh masing-masing pihak. Teman Azhariyin meski sering menghadirkan para pembicara dari teman-teman S2 atau S3 tapi mereka juga mendapat nilai lebih karena mempunyai kesempatan untuk berdialog dengan para tokoh dunia yang berasal dari Mesir. Teman FDIpun dapat berdialog dengan beberapa tokoh Nasional megenai isu aktual yang terjadi atau dengan para pakar yang sudah terjun langsung di bidang masing-masing. Keduanyapun dapat memanfaatkan seminar yang mengundang para pembicara baik bertaraf Nasional atau Internasional.

Dimanapun kita belajar, dari manapun kita berasal ternyata kita mempunyai satu asa yang sama yaitu untuk menggali ilmu. Tak ada habisnya kalau hanya mengomentari kekurangan yang ada tapi alangkah baiknya kita memanfaatkan kelebihan yang dimiliki. Tak perlu kekurangan ini menjadi alasan untuk berhenti berjuang tapi yakinlah kawan bahwa ia adalah cambuk yang akan membuat kita berjalan maju ke depan. Satu hal yang perlu kita ingat; Azhar Cairo dan Azhar Ciputat (FDI) sama karena Mesir hanya ada di balik Situ Gintung. ^_^
Wallahu wa RasuluHu 'alam.

* Alhamdulillah tulisan ini dimuat di buletin Kertas (buletin Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Lembah Juang Cairo, Dhuha mulai dingin, 12 November 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Most View Product

Saksi Bisu

Saksi Bisu