Assalamu'alaikum

Labels

Minggu, 15 Juli 2012

Wanita “Jalanan”

“Mungkin dia diringkus kawanan polisi karena masih berada di luar rumah pada waktu terlarang (hadut at-tajawul). Atau tertembak mati bersama para demonstran lainnya, atau mungkin tertindih –tindih saat unjuk rasa menuntut turunnya Presiden dictator Mesir.” Seperti inilah kiranya ku menerka keberadaan wanita yang selalu ku nanti tiap harinya.

Lebih dari tiga bulan setelah demonstrasi besar-besaran penurunan rezim diktator Mesir -Husni Mubarok- ku tak menemukan wanita itu. Rindu rasanya ku melihat senyum manisnya. Senyum yang dapat memberi semangat dan kesejukan dalam diriku. Tak heran kawan, senyum yang berasal dari hati pasti akan merasuk pada hati pula, bukankah begitu!

Memasuki bulan keempat setelah reformasi besar-besaran akhirnya ku temukan kembali wajah “ayu” itu. Gembira tak terkira rasanya. Walau tak dapat berbuat banyak namun paling tidak hatiku tenang ternyata wanita yang lama ku nanti itu hadir kembali. Sungguh berartinya wanita itu bagi diriku. Tempat beradu risau dan galau. Berbagi duka dan gembira. Ia termasuk my special one.

Bagiku wanita ini bukanlah wanita biasa, dia wanita super kawan. Wajahnya tak asing bagi para pemburu koran dan majalah di sekitar masjid Al-Azhar dan sekitarnya. Rutinitasnya memang tak lebih dari penjaja koran dan majalah di jalan raya al-Azhar. Walau demikian namun kekagumanku padanya tak pernah pudar.

Tiap hari dia sudah stand by di lapak jualannya. Sebelum azan subuh berkumandang dia mulai menyusun dan membereskan barang dagangannya. Ketika para penduduk Kairo bahkan Mesir masih terlelap dalam tidurnya dia sudah meninggalkan kasurnya bahkan rumahnya yang tidak tahu berapa jauh jaraknya dari Al-Azhar. Mungkin bagi anda, tak ada yang istimewa dari kegiatannya ini namun bagi pribumi atau mereka yang pernah berada di Mesir akan dapat merasakan betapa sulitnya meniggalkan selimut pada musim dingin atau memulai aktifitas setelah semalam suntuk begadang di musim panas.

Hari-harinya dilalui di bawah terik matahari hingga terbenamnya matahari bahkan menjelang isya. Bisa anda bayangkan kawan, bagaimana ia berada di bawah terik matahari yang mencapai 40 celcius bahkan lebih di musim panas. Atau bagaimana pula rasanya bertahan dari dinginnya musim dingin yang menusuk tulang-tulang. Tak pernah terlihat wajah pemalas dan memohon belas kasih darinya. Ia hanya tersenyum manis tatkala sepi pengunjung, dan selalu ku balas dengan canda dan guyonan.

Inilah yang membuatku kagum padanya, jiwa yang tak pernah menyerah. Berbanding terbalik dengan pemandangan disampingnya. Seoarang pemuda yang hanya bertahan hidup dari belas kasih orang. Seolah menyerah dengan keadaan dan kejamnya kota Kairo. Tepat di ujung lorong bawah tanah (nafaq) lelaki itu selalu meminta dan menengadahkan tangan.

Sungguh miris rasanya, seorang wanita yang sudah sepuh masih terus berjuang dan berjibaku dengan teriknya matahari dan dinginnya musim dingin sedangkan di sisi lain seorang pemuda hanya dapat duduk sila sambil melantunkan” jurus” andalannya dua ayat surat ad-Dhuha, “maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardiknya”. Seakan ia melegitimasi perbuatannya ini dengan kedua ayat tadi.

Ku akui pemuda ini amat perhatian terhadap sholatny. Bila tiba waktu sholat ia segera menunaikannya bersama jamaah lainnya. usai solat aku mengantarnya seraya menanyakan arah tujuannya (sambil berpura-pura tak tahu). Ia hanya meminta untuk diantar kearah lorong yang ada dekat masjid al-Azhar. Sambil bercanda aku pun bertanya mengapa harus membaca Quran di sana, awalnya ia berkelit ini dan itu namun akhirnya ia mengakui bahwa itulah propfesinya dan mata pencahariannya. Dunia memang sudah terbalik, seorang wanita renta selalu berjuang dengan cuaca namun pemuda yang masih bugar terpaksa menyerah dan pasrah.

Hingga hari ini wanita yang berumur lebih dari 60 tahun itu masih belum menunjukkan batang hidungnya. Terakhir kali ku lihat pada akhir ujian term dua kemarin. Bahkan ia juga turut andil dan selalu memberi semangat dengan doanya yang tulus. Bahkan tak lupa ia sisipkan senyum ikhlas pada ujung bibirnya seolah berkata semoga sukses ya nak, mudah-mudahan kau dapat menjadi duta harapan bangsamu. Ya Robb, mudah-mudahan ketulusan doanya inilah yang akan menghantarkanku pada kesuksesan ujian kali ini.

Rindu rasanya ku tertawa ria bersamanya. Ingin kembali ku minta senyum ramah dan doa tulusnya. Namun entah sampai kapan ia kan sirna. Terakhir kali bertemu ia hanya mengeluh bahwa tulangnya sakit, sama seperti setahun lalu saat ia tak dapat berjualan. Penyakit yang sama kawan. Mudah-mudahan doa tulusku ini dapat menjadi obat penyakitmu bunda. Ku tunggu kehadiranmu di depan masjid al-Azhar.

Istana Rindu-Lembah Juang Kairo, 15 Juli 2012                          


1 komentar:

  1. lagi sakit bro,,heheh
    ane juga mau nulis tentang beliau, ente dh nulis duluan., :D
    gimana klo kita cari rumahnya yuk. kita sedekah

    BalasHapus

Most View Product

Saksi Bisu

Saksi Bisu