Assalamu'alaikum

Labels

Kamis, 12 Agustus 2010

Sekilas Ramadhan di Mesir


Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa kita sudah harus menyambut Bulan Ramadhan. Bulan yang penuh dengan kasih sayang, anugrah, serta ampunan. Sebuah tamu besar yang akan datang kehariban kita. Ramadhan adalah tamu agung yang dinanti – nanti kehadirannya setiap tahun. Secara serentak para umat Islam diseluruh dunia bergegas diri untuk menyambut moment besar ini dengan beraneka ragam cara. Berbagai macam resepsi, makanan, mainan hiasan dan lain – lain dilakukan dan dipersiapkan oleh umat Islam untuk menyambut bulan yang mulia ini. Ramadhan memang tidak hanya berkaitan dengan yang berbau spiritual : puasa, sholat tarawih, tadarus al-Qur'an, sadaqah, tapi juga dengan budaya dan tradisi yang tumbuh dan berkembang yang ditengah umat Islam. Di seluruh belahan dunia Islam Ramadhan selalu dipenuhi dengan pernak pernik yang menarik untuk diamati.
Tak pelak hal inipun dialakukan oleh seluruh umat muslim di Mesir. Mesir sebagai salah satu tonggak sejarah peradaban Islampun tak luput dari pandangan seluruh mata Muslimin dunia dan mungkin akan terus menjadi inspirasi dan rujukan masyarakat muslim dunia. Maka tak jarang segala sesuatu yang muncul dan ngetrend disana, selalu menarik untuk diketahui. Termasuk diantaranya adalah tradisi Ramadhan.

Memang mesir memilkit tradisi dan kebiasaan yang berbeda dengan berebagai Negri Islam lainnya diseluruh dunia. Bahkan dengan beberapa Negri di Timur tengah sendiri. Ada beberapa keunikan yang bisa kita temukan pada bulan Ramadhan di Negri Firaun ini. Diantaranya yang paling unik adalah fanus (lampu Ramadhan), ajwa' Ramadhan (suasana dengan hiasan khas ramadhan), maidaturrahman (hidangan gratis untuk berbuka puasa), kunafa dan qathayif (makanan khas Ramadhan), musahharati (orang yang bertugas membangunkan kaum muslimin untuk makan sahur), lagu – lagu Ramadhan dan meriam Ramadhan yang dibunyikan ketika waktu magrib tiba. Sementara tata cara pelaksanaan ibadah, meskipun tidak jauh beda dengan yang ada di tanah air, tetap saja menyimpan berbagai keunikan bahkan akan selalu berkesan di hati para penduduk dan pelancongnya.
Memasuk hari – hari pertama bulan Ramadhan biasanya mereka memilki sebuah ungakapan khas yang terucap sesama mereka, " Ramadhan karim, kullu 'amin wa antum bi khair ". Bak sebuah jargon, kalimat inipun tak hanya terucap dari lisan mereka tapi juga bertebaran di lembaran-lembaran serta terpampang jelas di berbagai tempat umum. Seakan ucapan ini mengungkapan kebahagiaan dan kegembiraan mereka dalam menyambut bulan suci ini.
Kebiasaan lain yang kerap mereka lakukan adalah Ajwa' Ramadhan. Sebuah tradisi menyambut Ramadhan dengan menghias tempat tinggal, jalan-jalan dan daerah sekeliling mereka ini pun dimulai pada minggu-minggu terakhir bulan Sya'ban.. Secara harfiyah, ajwa' Ramadhan berarti suasana Ramadhan. Hiasan ini sengaja dibuat untuk menciptakan suasana yang khas Ramadhan. Ajwa' Ramadhan dibuat dari kertas warna warni yang digunting dalam berbagai bentuk dan dirangkai dengan seuntas tali. Hiasan ini dipasang diantara gedung – gedung perumahan yang terdiri banyak apartemen. Diantara dua gedung kadang digantung fanus dalam ukuran besar. Antara fanus dan gedung – gedung tersebut kemudian dipasang ajwa' Ramadhan. Di beberapa tempat, terutama diperkotaan, ajwa' Ramadhan tidak dibuat dari kertas melainkan dari lampu warna warni. Dipasangnya ajwa' Ramadhan menunjukan bahwa kaum muslimin di Mesir menyambut Ramadhan dengan hati ceria. Biasanya ajwa' Ramadhan dibiarkan tetap tergantung sampai Ramadhan usai. Melihat aktifitas ini pandangan saya jauh terbang ke tanah air. Serasa menyambut hari kemerdekaan. Dimana kita sering berlomba menghiasi kawasan kita untuk memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) Negri kita tercinta.Ya seperti itulah penyambutan orang Mesir terhadap tamu agung yang datang setahun sekali ini.
Membicarakan tradisi Mesir tak lengkap rasanya kalau tidak menyertakan fanus. Sebuah lampu yang tidak pernah ketinggalan menghiasi malam – malam Ramadhan. Fanus adalah lampu yang dirumahkan, mirip dengan tanglong (lampu Cina). Biasanya fanus dibuat dari kaca tipis yang berwarna warni dan lilin didalamnya. Sepanjang malam – malam Ramadhan, mesjid – mesjid, jalan – jalan dipenuhi oleh festival cahaya yang warna warni. Bagi anak – anak kecil suasana ini amat menyenangkan. Mereka biasanya bermain di jalan – jalan sambil menenteng fanus dalam ukuran kecil dan menyanyikan lagu wahawi ya wahawi. Meskipun didaerah perkotaan pemandangan seperti ini sudah jarang disaksikan saat ini, tapi dikawasan – kawasan miskin dan pedesaan dengan mudah dapat ditemukan. Layaknya lampu, pada awal Islam fanus sebenarnya digunakan sebagai alat penerang pada malam hari untuk pergi ke mesjid atau mengunjungi kerabat.
Sejarah Fanous (lentera) dan Mesaharaty ini ternyata berawal dari masa Fatimid di Mesir. Beberapa sumber mengatakan bahwa penggunaan lentera ini dapat dilacak mulai sampai tahun 392 Hijriyah. Di masa ini dikisahkan bahwa masyarakat Mesir membawa lentera untuk menyambut kedatangan khalifah baru Al Muis Liddin Allah di gerbang kota Kairo. Sementara di kisah lain diceritakan bahwa wanita yang berjalan di luar rumah pada era Fatimid ini akan selalu ditemani oleh seorang anak laki-laki yang membawa lentera, untuk mengingatkan kepada para pria untuk tidak menggoda. Setelah tradisi ini hilang ditelan waktu, ternyata lentera tidak, mereka tetap ada dan dipergunakan untuk hiasan. Tapi masa – masa selanjutnya fungsi fanus berubah menjadi mainan dan hiasan.
Kebiasaan unik yang sudah bermula sejak sekitar Ramadhan pada 5 Ramadhan 358 H sekarang sudah mengalami banyak perkembangan. Pada tahun – tahun terakhir muncul berbagai bentuk baru fanus yang diimpor dari Cina dan Taiwan. Fanus – fanus ini tidak lagi dibuat dari kaca, tapi dari plastik. Peran lilin pun telah digantikan oleh bolam yang dinyalakan dengan baterai. Ukurannya bermacam – macam, mulai dari yang sangat kecil yang bisa digunakan sebagai gantungan kunci, sampai ukuran yang sedang dan besar. Biasanya fanus – fanus ini berbentuk burung, mesjid dan bentuk – bentuk lain yang menarik anak – anak. Fanus – fanus ini dilengkapi dengan kaset kecil berisi lagu – lagu Ramadhan, do'a – do'a dan lagu – lagu populer. Bila selintas melihat fanus sekarang -apalagi yang berbentuk bulat- mungkin kita akan mengira bahwa sekarang adalah peringatan waisak atau tahun baru Imlek. Ya seperti itulah persepsi awalku ketika melihat sebagian fanus yang lucu. Karena biasanya kebiasan ini hanya ku dapati di tempat para engkoh atau hari-hari besar orang Cina. Tapi ternyata perubahan zaman dan perkembangan budaya terkadang membuat tradisi suatu daerah terasimilasi oleh kebudayaan daerah lain. Termasuk fanus ini.
Hari – hari Ramadhan di Mesir, sebagaimana layaknya di belahan dunia Islam lainnya, dimulai dengan persiapan makan sahur. Orang yang bertugas membangunkan kaum muslimin untuk makan sahur dikenal dengan Musahharati. Musahharati biasanya membawa drum yang disebut dengan al-Bazah ditangan kirinya. Sedang tangan kanannya menggenggam pemukul yang terbuat dari kulit atau kayu. Al-Bazah adalah drum yang memiliki satu sisi, terbuat dari kulit. Punggungnya terbuat dari tembaga berbentuk silinder. Kadang al-Bazah disebut juga dengan thablatul musahhir (Drum orang yang membangunkan sahur). Al-Bazah yang memiliki ukuran besar disebut dengan thablah gamal.
Kehadiran penjaga malam, Mesaharaty - yang akan berjalan di sekeliling kota dan pedesaan adalah salah satu tradisi yang dijaga tetap hidup di Mesir. Di negara ini, masyarakat tetap 'hidup' dan aktif bergerak sampai menjelang Shubuh pada saat Ramadhan, dan tugas para Mesaharaty ini tidak jauh beda dengan kelompok-kelompok tetabuhan yang akan membangunkan atau mengingatkan warga jika sudah tiba waktu sahur.
Di masa lalu, bahkan seorang Mesaharaty bisa berhenti di depan rumah seseorang, memukul genderang yang dibawa olehnya atau bahkan jika mengenal baik, seorang Mesaharaty akan memanggil nama penghuni rumah tersebut untuk mengingatkan waktunya sahur. Ketika melihat hal ini sayapun teringat masa kecil di kampung dulu. Dengan perlengkapan seadanya mulai dari bedug, kaleng dan ember bekas siap jadi perlengkapan kamai dalam mengadakan aksi ini. Saya bersama para teman berkeliling kampung untuk menjadi Mesaharaty (kata orang mesirnya. hehe). Sama aja bukan hanya beda istilah.
Kebiasaan lain di Negri Kinanah adalah meriam Ramadhan. Di Mesir kegiatan ini lebih identik dengan saat berbuka puasa. Letusan meriam tepat waktu magrib tiba disusul oleh adzan yang bersautan dari ratusan menara mesjid di Kairo memang menciptaan suasan yang khas. Kebiasaan mengumumkan tibanya saat berbuka puasa dengan meledakan meriam ini dilakukan oleh pemerintah Mesir sejak abad XVI. Saat ini,suara letusan meriam itu memang tidak kedengaran lagi di seluruh penjuru Kairo yang telah berubah kota metropolitan. Tapi suasana yang khas ini masih dapat dirasakan dengan menyaksikan tayangan TV, upacara peledakan.
Satu lagi tradisi unik yang dimiliki Mesir dalam Bulan Ramadhan, Maidaturrahman. Sebuah tradisi mulia dari Mesir yang menggambarkan semangat Ramadhan secara sempurna, dengan semangat berbagi dan memberi dengan ikhlas. Secara harfiyah, Maidaturrahman berarti jamuan Tuhan yang Maha Penyayang. Dinamakan demikian, barangkali, karena jamuan ini disediakan bagi hamba – hamba Tuhan untuk berbuka puasa setelah seharian menjalankan perintah-Nya.
Munculnya tradisi maidaturrahman erat kaitannya dengan penaklukan Mesir oleh tentara Islam. yang pertama kali mengadakan maidaturahman adalah Ahmad Bin Tholun, pendiri Dinasti Thuluniyah di Mesir. Namun dalam perjalannya, maidaturrahman mengalami pasang surut.
Berbuka di Mesir bukan suatu masalah, bagi orang – orang yang masih dalam perjalanan ketika adzan berkumandang, kayaknya nggak usah cemas karena memang maidaturrahman ada dimana – mana. Disetiap mesjid maupun instansi – instansi, restoran – restoran di Mesir biasanya selalu menyediakan jamuan makan gratis buat orang – orang yang puasa yang masih dalam perjalanan.
Menu yang disediakanpun akan bebrbeda tergantung kelasnya. Di maidaturrahaman - maidaturrahman yang diadakan para artis dan pelaku bisnis menu yang disediakan setara dengan menu yang ada di hotel berbintang lima. Dimesjid – mesjid acara berbuka puasa biasanya dimulai dengan dua atau tiga biji korma dan segelas air putih. Setelah itu diadakan sholat magrib berjamaah. Baru setelah itu mereka menyantap hidangan. Hidangan kadang dibagi dalam porsi besar untuk empat atau lima orang setiap porsi. Kadang juga setiap orang mendapat porsi sendiri. biasanya menu yang disediakan terdiri dari 'isy (roti kasar), nasi, ayamg oreng, atau daging rebus, sayur ful (kacang biji) dan tursi (wortel, ketimun, dan cabe yang diasamkan) sebagai lalap. Sebagai pencuci mulut, biasanya disediakan berbagai macam halwah (kue-kue manis).
Seiring waktu, tradisi ini semakin menghilang, bahkan Kementrian Agama Mesir mulai mengurangi tradisi ini, dan mengalihkan dana untuk pembagian maidaturrahman secara gratis ini menjadi Syantoh Ramadhan (Kantung Ramadhan) yang berisi beras, gula, pasta dan minyak goreng dan bahan sembako lainnya.
Ternyata tradisi ini diterima baik oleh masyarakat, apalagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan mulai merasa malu untuk datang hanya makan gratis. Oleh karena itu, banyak mereka yang ingin menjalankan tradisi ini akhirnya mengganti dengan Syantoh Ramadhan (Kantung Ramadhan) yang ternyata lebih banyak pas di sasaran.
Suasana Ibadah di Negri Para inipun menarik untuk kita perhatikan. Ramadhan sebagai bulan al-Qur'an betul – betul dapat dirasakan di Mesir. Pada bulan ini umat Islam di Mesir meluangkan banyak waktunya untuk membaca kitab sucinya. Mereka tidak hanya membaca al-Qur'an dirumah atau di mesjid, tapi juga dikendaraan dan tempat kerja. Dibus umum, subway, kereta api, bus kota, el-Tramco (semacam angkot), mobil pribadi, kantor, toko, pasar, terminal dan lain – lain kita akan mendapatkan orang berlomba – lomba membaca al-Qur'an. Sebenarnya kebiasaan ini tidak hanya terjadi pada bulan Ramadhan. Pada hari-biasanya kita dengan mudah menemui para pembaca Qur'an bertebaran di Negri ini. Bahkan rasanya hampir setiap kendaraan beroda empat kita dapati Qur'an yang tersimpan untuk selalu siap dibaca oleh sang empu. Tapi barangkali Ramadhan akan menambah frekuensi baca Al Qur'an di Negri Pyramyd ini.
Sepanjang bulan Ramadhan, sholat subuh dan isya' (tarawih) di mesjid – mesjid Mesir selalu dipenuhi jamaah. Apalagi kalau sang Imam Qori' terkenal, tak jarang jalan-jalnpun akan terisi penuh bahkan sampai ditutup. Di mesjid – mesjid tertentu, Imam menyelesaikan satu juz al-Qur'an bahkan ada yang sampai tiga juz setiap malamnya. Dengan demikian, seiring dengan berakhirnya malam Ramadhan imam telah mengkhatamkan seluruh isi al-Qur'an dalam sholat tarawih. Karena waktu sholat relatif lama, setiap selesai empat rakaat biasanya diisi dengan ceramah singkat, pengajian kitab atau do'a.
Yang menambah nikmat Tarawih di Mesir adalah bacaan Imam dengan Qira'at 'Asyrohnya. Di sebagian masjid sang Imam tak hanya membaca dengan satu bacaan (Hafs) saja. Bahkan kadang di setiap Shalat sang Imam membaca dengan Qira'ah tertentu. Jadi sepuluh shalat dengan sepuluh Qira'at. Suatu suasana ibadah yang jarang kita temui di tanah air bahkan bisa di bilang tidak ada.
Di penghujung Bulan Ramadhan biasanya sebagian masjid mengadakan ibadah I'tikaf. Selain agar lebih meningkatkan kualitas ibadah ternyata I'tikaf di Mesir dapat menambah silturahmi dan wawasan. Karena biasanya para mu'takifin (orang yang beri'tikaf) lebih bermacam-macam. Baik orang Mesir yang di kota atau pedesaan, atau dari teman-teman dalam atau luar Negri. Bahkan tak jarang kita (orang Indonesia) menjadi pusat perhatian orang Mesir, khusunya orang pedesaan. Karena biasanya jarang orang asing yang tinggal di pedesaan.
Selain ibadah ritual, Ramadhan di Mesir juga dipenuhi dengan ibadah sosial. Bulan ini adalah bulan disaat umat Islam di Mesir berlomba – lomba untuk menjadi muhsinin (dermawan). Di mesjid – mesjid dan instansi tertentu sering diadakan pembagian sembako dan uang untuk fakir miskin dan pelajar asing (thulab wafidin). Pembagian sumbangan sudah dimulai seminggu sebelum Ramadhan. Di akhir bulanpun tak jarang banyak para menjadi muhsinin (dermawan) yang membagikan dermanya kepada para mu'takifin (orang yang beri'tikaf), khusunya pelajar asing (thulab wafidin).
Di antara kesan yang menarik untuk kita pedomani adalah bahwa umat Islam di Mesir nyaris tidak pernah berdebat dalam menentukan awal Ramadhan (juga awal syawal). Hal ini, sangat berbeda dengan kondisi tanah air kita. Biasanya umat Islam di Mesir baru berpuasa setelah ada pengumuman resmi dari pemerintah. Setelah itu, toleransi yang diberikan oleh umat agama lain kepada umat Islam selama bulan Ramadhan juga patut untuk diancungi jempol. Beberapa penganut kristen ortodok (Qibty) tidak hanya menghindari makan di tempat umum di siang hari, tapi juga berpuasa sebagai wujud solidaritas kepada umat Islam.
Oh iya, sekedar informasi ternyata Ramadhan kali ini perlu ekstra perjuangan lho. Karena puasa sekarang bertepatan dengan musim panas. Bayangkan kita harus mulai puasa dari sekitar jam empat dan baru bisa berbuka sekitar jam tujuhan. Bahkan terkadang bisa lebih. Dengan terpaut dua jam, puasa bulan ini perlu tenaga ekstra. Begitu juga hawa panas Negri Mesir semakin menambah rentetan tantangan Ramadhan kali ini.
Mudah-mudahan tradisi-tradisi Mesir yang baik dapat kita tiru untuk dapat menjadi sebuah Sunnah hasanah (kebiasaan baik) yang akan menjadi ladang amal bagi para pelaku. Wallahu wa RosuluHu 'alam.
-o(Zadurfar)o-
Lembah kelam Cairo, Ramadhan kedua di Mesir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Most View Product

Saksi Bisu

Saksi Bisu