Assalamu'alaikum

Labels

Jumat, 18 Maret 2011

Islam = Anarkis dan Teroris?


Akhir-akhir ini para Khotib dan Syekh sering membahas tata cara berinteraksi dalam beragama, hal ini dipicu kejadian peledakan bom di Aleksandria awal bulan ini. Semua menyerukan untuk saling menghormati dan toleransi antar sesama termasuk pada orang yang tidak satu agama dengan kita. Bom yang meledak di Aleksandria awal tahun 2011 ini cukup menggemparkan Bumi Pimarid, kini iapun menambah deretan pemboman di Timur Tengah. Sebelumnya beberapa Negara Timur Tengah sempat diramaikan oleh kasus yang sama, Irak dan Yaman diantaranya. Pemboman inipun kembali mengangkat topik hubungan antar agama, khususnya Islam -sebagai agama mayoritas di Timur tengah- dengan Kristen.



Al Azhar sebagai lembaga tertua di Mesir sebenarnya telah memberikan penjelasan dan konsep bagaimana berinteraksi dengan masyarakat non-muslim, hal ini sangat terlihat dari prinsipnya yang moderat (tawasuth). Tapi pada kenyataannya ada beberapa pihak yang mengiinginkan ketidak harmonisan antara Islam dengan non-Islam atau bisa jadi ada beberapa saudara kita (kaum Muslim) yang kurang memahami bagaimana konteks Islam yang sebenarnya. Sehingga muncullah bebereapa aliran yang sering disebut garis keras atau radikal hingga memunculkan persepsi bahwa Islam adalah agama anarkis dan teroris. Lalu apakah Islam seperti yang mereka tudingkan.

Pada kesempatan kali ini penulis mencoba mengetengahkan beberapa point yang masih kurang dipahamai oleh beberapa saudara kita atau pihak-pihak yang tidak suka terhadap Islam. Tulisan ini akan mengkrucut pada pembahasan beberapa Hadis yang sering menimbulkan tindakan anarkis dan tuduhan yang keliru apabila kurang memahaminya.

Hadis pertama, sebuah Hadis yang sering dijadikan tuduhan bahwa Islam adalah agama yang anarkis dan teroris, diriwayatkan oleh Imam Bukhari ra dan Imam Muslim ra dari Sahabat Abdullah bin Umar ra::
أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام وحسابهم على الله.
"Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan dua kalimat syahadat (Asyhadu alla Ilaha illAllah wa anna Muhammad Rosulullah), mendirikan shalat dan membayar zakat, lalu apabila mereka telah melaksanakan itu terjagalah darah dan harta mereka kecuali dengan adanya hak Islam dan mereka dijamin oleh Allah SWT."

Mereka menuduh bahwa Hadis ini bertentangan dengan ayat Al Quran yang menyerukan kebebasan beragama seperti Al Baqarah: 256, Al Kahf: 29, Yunus: 99, Al Kafirun. Bukan hanya itu, walau Hadis ini diriwayatkan oleh dua kitab terbaik setelah Al Quran (Bukhari dan Muslim) tapi mereka menuduh bahwa Hadis ini palsu (maudhu') karena bertentangan dengan Al Quran dan realita sosial.

Dalam menanggapi tuduhan mereka ada beberapa poin yang harus diperhatikan dalam Hadis di atas. Pertama, Hadis di atas menggunakan kata Uqâatil bukan kata Aqtul. Terdapat perbadaan yang sangat jauh ketika kita tidak bisa membedakan makna kedua kata tersebut. Kata Uqâatil dalam bahasa Arab berarti mencurahkan seluruh kemampuan untuk mencegah musuh yang menyakiti kita, adapun kata Aqtul berarti membinasakan musuh (membunuh). Kedua, kata An Nâas pada Hadis di atas bukan berarti seluruh manusia secara umum. Hal ini bisa dipahami kalau kita membandingkan dengan Hadis yang lain (Muqaronatul Ahadis). Dalam Sunan Imam Nasa'I ra pada awal kitab Tahrim al Dam, beliau meriwayat:
امرت ان اقاتل المشركين حتى يشهدوا ان لا اله الا الله وان محمدا رسول الله
"Saya diperintahkan untuk memerangi orang-orang Musyrik hingga mereka mengucapkan Syahadatain (Asyhadu alla ilaha illAllah wa anna Muhammad Rosulullah). Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda: "Allah memerintahkanku untuk memerangi orang Musyrik yang mengharamkan kebebasan beragama, memerintahkanku untuk memerangi mereka hingga agama Islam dapat tersebar luas dan tak ada seorangpun yang menghalangi orang lain (dalam memeluk agama), lalu setelah itu setiap manusia dapat menentukan pilihan agamanya masing-masing".

Dari hadis terakhir kita dapat menyimpulkan bahwa perintah untuk memerangi orang Musyrik semata-mata untuk membela kebenaran dengan memberikan hak pada setiap orang untuk memilih agama masing-masing tanpa adanya paksaan dan intervensi dari luar, ditambah lagi agar mereka dapat lebih mengenal Islam yang sesungguhnya tanpa ada intervensi dan sugesti negative.

Beberapa fakta sejarah juga membuktikan bahwa dalam setiap masa para non-Muslim sering melukai dan menyakiti orang Islam hingga turunlah ayat dan Hadis tentang perang yang memerintahkan para Muslimin untuk memerangi kedzoliman dan memberitahukan pada manusia keadaan Islam yang sebenarnya.

Ayat Al Quran, Hadis Nabi dan buku-buku sejarah turut mencatat bahwa Islam tidak pernah memaksakan seorangpun untuk masuk Islam. Bahkan dikisahkan dalam sebuah Hadis bahwa Rosulullah SAW pernah mengutus Usamah bin Zaid untuk berperang ke daerah Huruqat. Ternyata penduduk di sana sudah mengetahui rencana kedatangan pasukan Islam maka merekapun melarikan diri. Tapi Usamah menemukan seorang lelaki, lalu ia (lelaki) langsung mengucapkan dua kalimat Syahadat. Sayangnya ia tetap dipukul hingga meninggal. Ketika hal itu diceritakan pada Nabi SAW beliau bersabda: "Apa yang kau katakan (di akhirat nanti) terhadap orang yang telah mengucapkan Syahadah". Usamah menjawab: "Wahai Rasulullah ia mengatakannya karena ia takut untuk dibunuh". Rasul menjawab: "Sudahkah kau robek dadanya hingga kau tahu untuk apa ia mengatakan hal itu, apakah untuk menyelamatkan diri atau yang lainnya, Apa yang kau katakan (di akhirat nanti) terhadap orang yang telah mengucapkan Syahadah". Beliau terus mengulanginya sampai Usamah berangan untuk tidak masuk Islam kecuali hari itu (karena ketegasan Rasul dalam hal itu).

Imam Abu Daud ra menjadikan Hadis ini dan Hadis Umirtu an uqâatilan nas dalam satu bab, bab alasan memerangi orang Musyrik. Hal ini menandakan bahwa siapa saja yang menampakkan keislamannya sekalipun hanya mengucapkan Syahadatain maka mereka harus diperlakukan seperti seorang Muslim dan tidak boleh mempermasalahkan keislamannya, karena manusia hanya menghukumi sesuatu yang nampak saja, adapun hal yang tak nampak maka kita harus serahkan pada Allah SWT.

Hadis Kedua, diriwiyatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Abu Daud ra:
من بدل دينه فاقتلوه
"Siapa saja yang mengganti agamanya maka bunuhlah ia".
Bila kita hanya melihat sepintas maka pemahaman yang ada adalah bahwa Hadis ini mendorong Umat Islam untuk berbuat anarkis, radikal dan teroris, tapi bila kita amati lebih jauh ternyata Hadis di atas sangat tidak berkaitan dengan tindakan ekstrim atau radikal karena ia bukan memaksa non-Muslim untuk masuk Islam tetapi mengarah pada orang-orang yang keluar dari Islam, itupun dengan syarat ia membahayakan Islam dengan membongkar rahasia atau memerangi Islam. Dalam bahasa modern hal ini sering disebut Penghianatan terhadap Negara (al khiyanah al 'udzma).

Islam sangat mengajarkan toleransi beragama, tidak pernah memaksa seorangpun untuk memeluk Islam. Semua yang dimaksudkan dalam Hadis di atas adalah untuk menciptkan kebebasan beragama, hingga setiap orang dapat mengenali Islam dan setiap agama sebagaimana mestinya. Hal ini dapat tercermin dalam Al Quran, "Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, Kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak Mengetahui". (QS. At Taubah: 6). Dalam Hadispun diceritakan bahwa suatu ketika Umar ra pernah mengajak seorang nenek Nasrani untuk masuk Islam tetapi sang nenek menolaknya. Maka Umar ra tidak memaksanya, ia hanya membaca ayat kebebasan beragama, "Tidak ada paksaan dalam beragama" (QS. Al Baqarah: 256). Umarpun pernah melewati kaum Nasrani yang sedang tertimpa kusta, beliau langsung memerintahkan untuk memberikan mereka kebutuhan hidup dari kas Umat Islam (Baitul Mal Muslimin), pada saat itu beliaupun tak pernah meminta mereka untuk masuk Islam (sebagai pamrih atau balas budi).

Hadis di atas hanya membatasi orang Muslim yang keluar Islam (Murtad), bukan setiap orang yang mengganti agamanya. Selanjutnya, orang yang Murtad ada beberapa bentuk. Pertama, mereka yang murtad secara sembunyi-sembunyi dan tidak pernah menyakiti atau mengganggu umat Islam, golongan ini tidak termasuk dalam Hadis di atas, bahkan merekapun mendapatkan kebebasan tanpa harus menerima hukuman. Termasuk dalam kategori ini orang yang dipaksa murtad dan orang gila. Kedua, orang murtad yang terang-terangan mengumumkan kemurtadannya. Golongan inipun terbagi menjadi dua kelompok; mereka yang hanya mengumumkan kemurtadannya dan mereka yang murtad lalu menjadi musuh Islam.

Kelompok pertama (hanya murtad dan tidak menjadi musuh Islam), hanya diperintahkan untuk bertaubat. Sebagian Ulama ada yang membatasi masa taubatnya namun ada juga yang tidak membatasinya (berulang-ulang dan terus menerus) dibarengi dengan dialog untuk menghilangkan keraguannya terhadap Islam. Kelompok kedua (mereka yang murtad dan menjadi musuh Islam), kelompok inilah yang dimaksudkan dalam hadis di atas. Kitapun dapat memahami Hadis tersebut secara lengkap ketika membandingkannya dengan Hadis yang lain (Muqaranatul Ahadis), seperti Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari ra, Muslim ra, Abu Daud ra dan lainnya:
لا يحل دم امرئ مسلم يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله إلا بإحدى ثلاث : الثيب الزاني ، والنفس بالنفس ، والتارك لدينه المفارق للجماعة.
"Darah seorang Muslim yang telah mengucapkan Syahadatain hanya mengalir dengan tiga perkara: pezina yang telah menikah, pembunuh, orang murtad yang memecah belah jama'ah (umat Islam)".
Dari hadis ini kita bisa menyimpulkan bahwa Hadis pertama bersifat Umum dan Hadis kedua inilah yang mengkhususkan keumumannya (takhsisul 'Amm). Tidak seluruh orang yang mengganti agamanya dibunuh tapi mereka yang dapat menghancurkan kesatuan Umat saja. Dalam Hadis tersebut kita tidak menemukan sesuatu yang aneh apalagi yang mengarah pada radikal dan teroris. Bahkan Kini iapun menjadi referensi setiap Negara, karena ia mengajarkan bahwa kepentingan umum harus lebih diperhatikan dibanding kepentingan pribadi. Sebagai contoh Mesir sendiri mengadopsi hukum Hadis ini dalam Undang-undang mereka, tertulis dalam Hukum Pidana Mesir pasal 77 poin a sampai c.

Di penghujung pembahasan kita dapat mengambil kesimpulan singkat bahwa para musuh Islam sangat licik dalam menuduh Islam. Tak segan merekapun menggunakan cara-cara yang tidak dapat dipertanggung jawabkan semisal penghukuman Hadis yang sepihak tanpa membandingkan dengan riwayat atau Hadis lainnya. Tak jarang merekapun menyerang referensi utama umat Islam (Shahih Bukhori, Shohih Muslim bahkan Al Quran) untuk melancarkan misi mereka. Merekapun sering mengobok-obok pemahaman Al Quran dan Hadis bahkan membuat semuanya kacau balau. Tapi inilah tantangan kita sebagai generasi Islam ke depan untuk dapat menjawab semua permasalahan yang ada.
Wallahu wa RasuluHu 'alam...

Lembah Juang Cairo, Dujal Lail 00.01, 28 Januari 2011 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Most View Product

Saksi Bisu

Saksi Bisu