Assalamu'alaikum

Labels

Kamis, 14 April 2011

Talaqi, kenapa malu?



Kata Talaqi kini mulai akrab di telinga masyarakat Indonesia terutama setelah boomingnya karya Mega Best Seller Kang Abik, Ayat-ayat Cinta. Bila kita teliti, sebenarnya kegiatan ini menjadi salah satu kunci keberhasilan Al Azhar hingga ia dapat eksis dan survive sampai saat ini. Tradisi yang sudah diturunkan secara turun temurun ini memang saat dipegang teguh oleh Universitas tertua di dunia ini.


Namun bila melihat fakta lapangan ternyata ada sesuatu yang mencengangkan. Tak banyak Mahasiswa yang meminati rutinitas ini. Sungguh sangat ironi rupanya, kegiatan yang telah menjadi menjadi bagian dasar Al Azhar ini kurang menarik perhatian para pelancong ilmu di Negri Seribu Menara. Banyak image miring yang beredar tentang Talaqi. Tak sedikit dari para pelajar yang menjauh bahkan "alergi" dengan kegiatan ini. Merekapun tidak menganggapnya suatu yang "wah" dan istimewa. Banyak yang mencari kegiatan dan methode lain yang barang kali belum teruji mutu dan efektifitasnya bahkan kegiatan-kegiatan lain yang terbilang membuang-buang waktu dan berleha-leha.



Ada yang menganggap Talaqi sudah tidak relevan, kolot, dan tidak dapat menjadi Problem Solving kehidupan modern sekarang. Ada yang menganggapnya pembodohan karena kitab yang diajarkan sudah pernah dikaji di Indonesia atau terlihat tidak "gaul". Dari total Mahasiswa/i Indonesia di Mesir yang mencapai 5000 orang mungkin tak sampai 10% dari mereka yang rajin menggeluti kegiatan ini. What is wrong?.

Sebelum membahas lebih jauh alangkah baiknya kami jelaskan secara ringkas apa sih yang disebut Talaqi?. Ia bisa disebut sebagai proses transfusi ilmu dari seorang Syekh (Guru) kepada para muridnya dengan bertemu secara langsung. Sebenarnya kata ini sudah lama muncul pada tradisi keilmuan Islam bahkan hampir setiap ilmu dalam Islam diajarkan dengan cara ini. Mulai zaman Sahabat hingga sekarang. Methode ini terus dilestarikan oleh para Ulama Islam dari generasi-generasi.

Tulisan ini ingin memberi sedikit pencerahan dan mungkin "masukan" bagi mereka yang masih memiliki semangat untuk mencari ilmu dari Universitas "antik", Al Azhar. Di bawah ini kami berikan beberapa urgensi Talaqi yang dapat menjadi bahan renungan kita bersama. Selamat menikmati.
a. Rahasia survive Al Azhar. Sebagaimana telah kami kemukakan di atas bahwa salah satu point penting mengapa Al Azhar dapat bertahan hingga melebihi 1 milenium adalah sistem Talaqi. Dalam Ma'alim manhaj al Azhar Al Syarif, DR. Usamah Sayyid mencantumkan 8 point penting yang terus dijaga oleh "Ka'batul Ilm" hingga bisa survive sampai sekarang. Salah satunya adalah Ittishal al Sanad, dengan kata lain dengan Talaqi seluruh ilmu yang disampaikan akan tetap terjaga kemurniannya. Ketika kita teliti asal-muasal berdirinya Al Azhar sebagai Masjid sebelum menjadi Universitas, kita akan menemukan bahwa sistem pembelajaran sudah dimulai dengan sistem Talaqi. Konon dalam setiap tiang-tiang Masjid Al Azhar mempunyai sebuah pengajian khusus dan diarahakan oleh seorang Guru yang biasa disebut dengan Syekh al 'Amud. Selain itu setiap Guru yang yang mengajarkanpun memiliki sanad hingga pengarang kitab bahkan Rasulullah SAW.
b. Suhbatul Ustadz. Dalam kompilasi Syi'irnya (Diwan), Imam Safi'I berbagi pengalaman dengan para Juniornya, para penuntut ilmu. Ada 6 point yang beliau kemukakan untuk sukses dalam menuntut ilmu termasuk bergaul dengan Guru (Suhbatul Ustadz). Bila kita renungkan sejenak, keberadaan dan interaksi kita bersama para Dosen selama di kampus amatlah terbatas. Dengan Talaqi inilah kita dapat terus berkumpul dengan orang soleh, selain mengambil ilmu kitapun dapat mendapat keberkahan. Barangkali darisanalah kita mendaptkan ilmu yang bermanfaat. Bila kita bandingkan dengan Negara-negara Islam yang lain termasuk Indonesia, Mesir adalah ladang terbaik untuk mengais ilmu karena kita dapat dengan bebas dan sesuka hati untuk bertemu dan berinteraksi dengan para Guru khususnya setelah Reformasi Mesir sekarang ini. Talaqipun dengan mudah dapat kita temukan dimana-mana, khususnya kawasan Al Azhar.

c. Jami' wa Jami'ah. Al Azhar selalu mendengungkan prinsip dasarnya yaitu Tawashut (moderat). Dari sini Al Azharpun menggabungkan dua sistem dalam pendidikan Islam hingga menjadi sebuah system yang ideal, Jami wa Jami'ah. Kalau dulu pendidikan berada hanya di sekitar Masjid (Jami') maka Al Azharpun menggabungkannya dengan system moderen sekarang yang berbentuk Universitas (Jami'ah). Dengan ini iapun berusaha menggabungkan system tradisional (Ashalah) dengan system moderen (Mu'asiroh). Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan pentingnya Talaqi. Karena system yang dibuat Al Azhar tidah hanya satu namun sudah menjadi satu paket berupa Jami' wa Jami'ah.
d. Argument terpenting dalam Islam. Dalam berfikir manusia mempunyai banyak sarana yang gunakan untuk menjadi sebuah argument termasuk Dalil Mutawatir. Lalu apa korelasi antara dalil Mutawatir dengan Talaqi?. Bila melihat sekilas memang tidak ada korelasi yang begitu signifikan namun bila kita lebih cermati kita akan menemukan korelasi yang sangat erat antara keduanya. Hal ini didasari bahwa dua sumber utama dalam Islam harus disampaikan melalui proses Talaqi, hingga ia harus disampaikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya sekiranya dipastikan mereka tidak akan mungkin berbohong (baca: Mutawatir). Darisini pula kita dapat memastikan kemurnian ilmu dan agama yang sampai kepada kita. Al isnad min al din walaula al isnad laqola man syaa ma syaa, begitu ucap Imam Abdullah bin Mubarak ra.

Walau demikian ada beberapa yang harus diperhatikan oleh para Talaqier (orang yang senang Talaqi). Dengan Talaqi bukan berarti mengurangi durasi baca kita, karena Talaqi hanya memberikan pintu pertama dalam belajar namun kunci utamanya adalah dengan Mudzakarah dan banyak membaca. Hal inilah yang telah dilakukan para pendahulu kita. Imam Nawawi memang Talaqi lebih dari sepuluh macam ilmu, namun pada malam hari beliau tetap mengulang dan membaca buku-buku yang telah dikaji pada siang hari. Selain itu para Talaqier juga bisa membuka ruang diskusi bersama sebelum bertalaqi dengan Masyaikh (Guru). Hingga kitab yang dikaji tidak terkesan kolot dan seolah tidak relevan.

Terakhir penulis sadari bahwa tulisan ini memang terlihat sangat subjektif namun kami hanya ingin mengungkapkan kegundahan hati ini. Kamipun berharap agar kita selalu diberikan keistiqamahan dalam menapaki jalan Islam dan terus berada dalam lindungan Allah SWT. wallahu warasuluHu 'alam.

Istana Rindu-Lebah Juang Cairo, inspirasi malam takbiran Lebaran Kurban 1431 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Most View Product

Saksi Bisu

Saksi Bisu