Assalamu'alaikum

Labels

Minggu, 07 Agustus 2011

Kisah Sang Petualang


Ia terlahir dengan nama Faza Abdu Robbih. Kehidupannya memang ditakdirkan sebagai perantau. 15 Febrauari 1989 ia terlahir di Islamabad Pakistan. Studi yang ditempuh oleh orang tuanya membuatnya harus berada di negeri orang sejak kecil. Tak berjelang lama ia harus kembali ke tanah air karena orang tuanya telah merampungkan studi magisternya.

Iapun mulai merasakan kehidupan di tanah air dan menajajaki dunia pendidikan pertamanya di MI Matlau’ul Ulum. Durasi belajarnya tidak lama, hanya sampai kelas dua, hal ini mungkin karena Faza kecil yang terbilang “nakal” atau karena posisinya sebagai anak lelaki pertama yang akan menjadi tumpuan keluarga kelak. Pendidikan dasarnya kemudian ia lanjutkan di Kota Hujan, Bogor. Sambil sekolah di SDIT Ummul Quro ia juga ikut berasrama di sana.



Tahun 2000 ia berhasil menamatkan pendidikan dasarnya sekaligus menyabet sebagai peraih NEM terbesar seangkatannya. Ia melanjutkan pendidikan menengahnya di Kota yang sama namun di almamater yang berbeda. Kali ini ia mulai memasuki dunia pesantren. Pondok Pesantren Darul Rahman adalah persinggahan selanjutnya. Di bawah bimbingan Kiai Kharismatik -Prof. KH Syukran Makmun- ia digembleng untuk menjadi generasi Islam yang disiplin, tegas dan kreatif. Di pondok yang memadukan dua sistem pendidikan agama (modern dan salafiah) ia banyak belajar bagaimana memahami Islam. Terlebih, bimbingan Sang Kiai sangat mempengaruhi pola berfikirnya dalam beragama dan memaknai kehidupan.

Selama di pondok ia berhasil menorehkan beberapa prestasi seperti Juara Lomba Cerdas Cermat se Jabpdetabek Banten, Quick and Smart Billingual Language, Lomba Debat dan tahun 2004 ia menjadi profil majalah Aspiratif (majalah tahunan Pondok Pesantren Darul Rahman). Ia dan beberapa temannya pernah menjadi delegasi Provinsi Jakarta dalam Musabaqah Qiroatil Kutub tingkat nasional kedua di Kediri. Suka dan duka memang tak pernah lepas dari kehidupannya di Pesantren Darul Rahman. Akhirnya tepat pada Juli 2006 ia merampungkan pendidikan Aliyahnya dengan predikat Imtiyaz (Cammalaude). Satu tahun selanjutnya ia menjadi salah satu guru ngabdi perdana di Pondok cabang almamaternya yang baru di daerah Parung.

Perjalanan keilmuannya tak berhenti di sana. Mulai tahun 2007 ia mulai menginjakkan kaki di bumi Intelektual, Ciputat. Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arbiyah menjadi pilihannya ketika itu. Di Universitas Hijau (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) iapun mulai aktif di berbagai organisasi dan mendapat berbagai amanah penting seperti Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Dirasat Islamiyah Wal Islamiyah, Ketua Komisariat Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Fakultas Dirasat Islamiyah Wal Islamiyah, Ketua Forum Angkatan Universitas Lembaga Dakwah Kampus (LDK) UIN Jakarata, PMII Komisariat Dirasat Islamiyah dan lain-lain.


[Prof. KH Syukran Makmun (kiri), Prof. DR. Wahbah Zuhaily, MA (tengah), Prof. DR. KH Ali Mustafa Ya’kub, MA (kanan)]

Selain terdaftar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta iapun menjadi Mahasantri di Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah Ciputat. Pesantren khusus hadis yang diasuh oleh Imam besar Masjid Istiqlal dan Guru Besar hadis Institut Ilmu Al-Quran Jakarta, Prof. DR. KH Ali Mustafa Ya’kub, MA. Pendidikannya selama dua tahun di bumi Ciputat ternyata telah banyak membuka cara berfikirnya, khususnya arahan dan bimbingan Sang Kiai selama di Pesantren Darus Sunnah yang dapat mengcovernya dari pemahaman-pemahaman yang “menyimpang”. Dan dari sosok Sang Kiailah ia mulai menenuki dunia tulis menulis, karena beliau selalu berpesan pada para mahasantrinya; wala tamutunna illa wa antum katibun (janganlah kalian meninggal dunia kecuali telah menorehkan karya tulis).

Dua tahun kemudian ia harus mengejar cita-cita besar yang telah ia mimpikan sejak kecil, menuntut ilmu di Timur Tengah. Tempat persinggahannya kali ini adalah Negeri Seribu Peradaban (Mesir) dengan Universitas Al-Azharnya. Tepat 29 April 2009 ia mulai meghirup udara Negeri Para Nabi. Banyak pelajaran yang ia peroleh di Negeri Piramid ini khususnya ilmu kehidupan yang harus memaksanya untuk lebih dewasa dalam mengahadapi relaita yang terjadi.

Selain terdaftar di Fakultas Ushuludin Universitas Al-Azhar ia juga ikut belajar di Akademi Tasawuf dan Ilmu Turats Al- ‘Asyiroh Al-Muhammadiyah dan Ma’had Tahfidz di dekat Al-Azhar. Walau dalam rutinitas yang sedemikian padat ia tetap berusaha untuk dapat berkarya dan berdakwah melalui dunia tulis menulis. Karena menurutnya dakwah dengan tulisan akan lebih kekal dan langgeng dibanding dakwah dengan lisan dan prilaku.

Zadurfar dan Falah Abu Ghuddah adalah nama pena yang sering ia gunakan ketika memabawa misi dakwah bilkitabh. Minat dan bakat menulisnya sudah ada sejak lama, walau belum dapat dikembangkan ketika ia masih berpijak di bumi Ciputat. Akhirnya minat dan bakat mulai ia kembangkan di tahun keduanya di Kairo. Pesan dari Kiainya agar berkarya dan terus berkarya selalu ia simpan dalam relung jiwanya.

Masih panjang perjalanan Sang Petualang kita. Kami hanya berharap uluran doa yang ikhlas dari para pembaca yang budiman sekalian. Nantikan kisah petualangan selanjutnya yang lebih seru dari Sang Petualang kita…! Sampai jumpa lagi di lain episode…!

Istana Rindu-Lembah Juang Kairo, 08 Agustus 2011 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Most View Product

Saksi Bisu

Saksi Bisu