Assalamu'alaikum

Labels

Jumat, 10 September 2010

Surat untuk Sahabat


Siang itu ku bergegas menuju Syu'un Tullab (Kantor Akademik) Fakultas Lugah Arabiyah, salah satu Fakultas yang dianggap "angker" oleh para Mahasiswa Al Azhar khususnya pelajar asing. Kabarnya nilai sudah bisa dicek walau belum sempat ditempel. Panasnya terik matahari tak menghalangiku tuk terus melangkahkan kaki menuju Kampus tercinta. Walau belum yakin seratus persen lulus dan dengan hati yang terus deg-degan ku tetap maju melangkah. Lama kutunggu satu-satunya mobil umum yang langsung menuju kampusku, 80 coret. Sekitar setengah jam akhirnya mobilpun datang dan dengan cepat melaju menuju terminal terakhir, Darosah. Bergegas ku loncat menuju Kampus coklat penuh sejarah itu tuk segera melihat hasil kerja kerasku satu tahun ini.



Siang itu ku berdiri sambil bersandar ditiang besi yang mulai berkarat. Setelah mengecek nilai ujian tahun ini, ku mulai rehat sejenak. Alhamdulillah, walau tak sesuai target awal tapi ku harus tetap bersyukur dan dapat memperbaikinya lagi di tahun-tahun selanjutnya.

"Yang penting bisanaik tingkat dulu deh", gumamku dalam hati.

Tak lama ku bersandar ternyata para Mahasiswa sudah berdesak-desakan memadati Syu'un Tullab (Kantor Akademik), memang sampai hari ini nilai belum sempat ditempel. Tak ayal hal itu membuat para Mahasiswa rela berdesakan antri sekedar menanyakan predikat mereka tahun ini.

Terlihat berbagai ekspersi terpancar setelah mengetahui hasil ujian tahun ini. Teman satu grup belajarku mulai maju. Seorang Kosovo yang memiliki semangat baja. Ku lihat wajahnya pucat pasi, ternyata memang dia harus mengulang lagi tahun depan karena ia gagal pada tiga mata pelajaran, menurut peraturan Al Azhar seorang Mahasiswa yang ingin naik tingkat selanjutnya tidak boleh gagal lebih dari dua mata pelajaran. Anehnya sesaat setelah itu bibirnya mulai tersenyum ria. Entah apa yang ia pikirkan tapi yang jelas ia terlihat semangat dan tetap berusaha tegak walau harus menghadapi badai yang sedang berusaha merobohkan semangat juangnya.

Hati ini gundah rasanya. Melihat teman satu perjuangan yang harus puas duduk di tingkat yang sama tahun depan. Tapi perasaan itu langsung sirna tatkala ku lihat seyumnya yang mulai merekah. Sahabat satuku ini memang seorang pejuang tangguh, tak kenal pesimis walau dalam keadaan kritis. Baginya kegagalan bukanlah akhir dari sebuah perjuangan, sabar dan terus berusaha karena kesuksesan sudah setia menanti kita di gerbang sana. Jemputlah ia dengan segenap usaha dan kerja keras. Bukankah sesudah kesulitan akan datang sebuah kemudahan, layaknya sebuah panorama indah di atas gunung yang akan kita jumpai setelah bersusah payah mendaki tebing yang menjulang tinggi serta tikungan yang berkelak-kelok.

Aku teringat pada kata-katanya yang super: "Orang sukses bukanlah orang yang tak pernah gagal tapi seorang gagal yang terus bangkit lebih tegak melangkahkan kaki walau ia harus jatuh pada keseribu kali kegagalan. Jangan kau tanya berapa banyak kesuksesan yang diraih orang-orang sukses tapi tanyakanlah berapa ribu kali mereka harus bangkit dari kegagalan."

Ekspresi berbeda ku lihat dari teman Mesirku, dengan pakaian Jalabiah (Jubah) dan celana yang sedikit ngatung serta peci putih di kepala, ia mulai maju menanyakan hasil ujiannya, ternyata benar dugaanku, dia menjadapat predikat Imtiyaz (Istimewa). Ia berusaha keluar dari barisan, seketika Ammu Hammadahpun memanggilnya,

"Alfu Mabruk, Fein Halawah Yabni? .
Sebuah ucapan selamat yang diungkapkan orang Mesir pada orang yang telah sukses sambil sedikit meminta imbalan jasa. Ia hanya memberikan senyuman manisnya pada sang Ammu dan kemudian pergi.

Ku sangat kenal kawanku yang satu ini. Ia memang berbeda dengan kawan Mesirku yang lain. Rajin kuliah, sopan akhlaknya, tutur katanya halus dan sangat memperhatikan kebersihan. Ia termasuk salah satu personel grup belajar kami, Muntada Muhibbil Muqarrar. Sebuah kelompok belajar yang kami buat bersama. Berawal dari potensi besar yang dimiliki Al Azhar kami berinisiatif membuat kelompok belajar ini, ditambah keanekaragaman Mahasiswa yang datang belajar di sana menambah semangat kami untuk memberdayakan semua potensi ini. Bahkan bagi kami, khususnya orang Asia kelompok ini sangat membantu karena para teman lain khususnya yang berasal dari Negara-negara Arab dapat menopang dan membantu kami.

Melihat hasil ini akupun tak heran. Dengan kesehariannya yang sangat disiplin dan teratur, ia wajar mendapatkan predikat ini. Tapi ku mendapat beberapa point penting dari kawan satuku ini, bahwa ilmu tak hanya dicapai dengan kecerdasan tapi ia butuh kesabaran, kerja keras, dan hubungan ruhiyah pada Sang Ilahi. Memang orang Mesir sangat terkenal dengan kecerdasan dan kecepatan hafalan mereka, tapi itu bukan segalanya untuk memperoleh sebuah ilmu. Sebuah ilmu yang dihasilkan dengan kerja keras, kesabaran dan selalu dibarengi dengan iringan doa selalu menghadirkan kenikmatan tiada tara, sebuah kepuasan batin dan kesuksesan haqiqi. Karena semua hasil mebutuhkan proses, dan dari proses itulah kita dapat merasakan kesuksesan yang sebenarnya.
Suatu saat ia pernah berpesan padaku: "Banyak yang berfikir bahwa kesuksesan hanya terdapat di akhir sebuah perjuangan. Padahal tidak kawan! coba kau nikmati proses itu, sungguh banyak terdapat kesuksesan-kesuksesan kecil yang dapat kau rasakan sebelum kau raih kesuksesan terbesar di akhir perjuangan nanti. Janganlah dipusingkan dengan kegagalan yang terus datang menyapa perjuanganmu tapi nikmatilah perjuanganmu dan rasakan kesuksesan itu sebelum kau raih kesuksesan terbesamu nanti."

Berselang tak berapa lama seorang Afrika terlihat keluar barisan antrian, wajahnya terlihat bahagia, sambil terus tersenyum ia memeluk teman satu negaranya. Tak cukup sampai disana, ternyata ia mengekspresikan kesuksesannya sambil bersungkur sujud di samping antrian panjang, Sujud Syukur, ya inilah salah satu selebrasi yang diajarkan Kanjeng Rosul ketika kita ketika mendapat sebuah nikmat. Ku amati orang itu, sekitar lima menit ia terus sujud bersimpuh memuji Sang Rabb. Setelah puas, ia mulai mengangkat kepala dan mengabarkan kawannya yang baru datang mengantri; "Ana manqul bi maddah". Ternyata dia lulus, walau harus her satu mata pelajaran. Sungguh selebrasi syuku yang luar biasa.

Inilah salah satu personel grup kami yang datang dari Nigeria. Latar belakang akademisnya yang berbeda dengan kami tak menghalanginya untuk terus meneguk ilmu di Al Azhar. Bisa dibilang dialah satu-satuya personel kami yang tak mempunyai latar belakang agama. Mulai dari tingkat TK sampai SMA dia selalu masuk di sekolah umum bahkan ia pernah mengenyam kuliah dua tahun pada Jurusan Kimia di negaranya. Tapi suatu ketika Kepala Sekolah SMAnya pernah mempunyai angan-angan agar salah seorang dari anak muridnya ada yang dapat masuk di bidang agama. Dari sinilah ia terobsesi untuk dapat merealisasikan keinginan gurunya.

Perjalanannya memang tak mudah, dari latar belakang agama yang bisa dibilang nol sampai pemahaman buku diktat kuliah, belum lagi kesulitan komunikasi bahasa Arab Fushah apalagi Ammiyah yang sangat lemah. Ternyata semua rintangan dan kekurangan ini tidak menjadi alasan baginya untuk mengeluh dan berputus asa.

Mengingat perjuangannya memang sangat luar biasa. Terkadang ia harus mengurangi waktu tidurnya karena harus mengulang kembali pelajaran yang baru saja kita kaji bersama. Pada musim dingin iapun rela berjalan kaki menembus dinginnya kota Kairo yang bisa sampai puluhan derajat Celsius. Belum lagi jarak antara Flatnya dan tempat kami belajar lumayan jauh, sekitar 20 menit jika ditempuh dengan jalan kaki. Bahkan kalau sudah sangat kepepet ia rela menghafal seluruh isi ringkasan walau tak ada satu katapun yang ia pahami. Maka baginya standard kesuksesan seseorang tidak hanya terukur dari seberapa besar nilai yang ia dapati tapi bagaimana ia menjalani sebuah proses perjuangan panjang berliku tuk gapai semua asa indah itu. Bisa jadi seorang yang mendapat predikat Imtiyaz tidak dapat dikatakan sebagai seorang yang sukses karena ia hanya mendapatkannya hanya dengan usaha instant yang barangkali kenikmatan yang ia rasakanpun menjadi hampa, berbanding terbalik dengan seorang yang hanya mendapat predikat Manqul tapi ia dapat merasakan bahwa itu adalah sebuah kenikmatan yang luar biasa, karena itu semua ia raih dengan kerja keras dan cucuran keringat, air mata bahkan tetesan darah.

"Perjalanan masih panjang kawan. Hasil ujian tidaklah menjadi barometer kesuksesan seseorang. Ia hanya mejadi sebuah alat intropeksi, sudah sejauh manakah usaha yang telah kita lakukan. Jadikan ia sebuah per yang akan melejitkan semangatmu kembali yang telah lama terpendam dan raib terhapus dengan berlalunya waktu. Teruslah maju menatap hari esok yang cerah dengan penuh asa dan keoptimisan. Yakinlah kawan bahwa balasan suatu pekerjaan sesuai dengan usaha yang kita lakukan. Usaha, do'a baru tawakkal. Robbuna ma'ana daiman wa abadan." ucapnya membakar semangat kami untuk terus berpacu pada tahun-tahun mendatang.
Wallhu waRosuluHu 'alam.

Lembah kelam Cairo, subuh 22 Ramadhan 1431 H

* Alhamdulillah tulisan ini dimuat di Website Masisironline.com (sebuah sarana informasi Mahasiswa Indonesia di Mesir).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Most View Product

Saksi Bisu

Saksi Bisu